Selamat Datang di Komunitas Sastra Lembah Serelo Lahat Tempat yang nyaman untuk berdiskusi, berkarya dan pentas, apalagi sambil ngopi asli kopi Lahat. Mantap!!! Lanjut...
Gadis Pagaralam Disekap Preman Di Hutan Tepian Lematang
Jajang R Kawentar
Di tengah isu tentang perselingkuhan para pejabat di negri ini, Teater Gaung bersama dengan Komunitas Batanghari 9 (Kobar 9) akan mempersembahkan pertunjukan teater tentang kisah seorang anak perawan dari Dusun Pagaralam yang disekap oleh segerombolan preman di hutan tepian Sungai Lematang. Sungai ini berada di antara daerah Pagaralam, Lahat dan Muara Enim. Ketiga daerah tersebut merupakan kota tua, sehingga memungkinkan terjadi perampokan atau penculikan dalam melakukan perjalanan karena hutannya lebat dan jalan yang bekelok-kelok serta terjal.
Bagaimana cerita ini bisa digarap yang apik dan menarik menjadi sebuah pertunjukan oleh kelompok teater Gaung, kelompok teater yang cukup eksis di kota Palembang dan tidak hanya menampilkan anggotanya baru tetapi juga mengerahkan kemampuan anggotanya yang lama diantaranya, Darto Marelo, Efvhan Fajrullah, Teguh Ireng, Sonop, Erwin Jnim, Hapy Hayo, dan Dedek Sutrisno (Ndet) sebagai tokoh Mendasing pimpinan dari Penyamun. Pementasan teater yang disutradarai Amir Hamzah Arga ini diadabtasi oleh Vebri Al Lintani direktur Kobar 9 dari novel karya Sutan Takdir Alisjahbana (STA) berjudul Anak Perawan di Sarang Penyamun.
Novel yang ditulis tahun 1930 ini merupakan cerita bernuansa romantism dalam suasana peperangan serta pergulatan cinta kasih seorang perawan yang diculik oleh segerombolan preman. Konon ceritera ini merupakan kisah nyata. Ketika tokoh perawan sedang beristirahat dalam perjalanan dari Palembang menuju Pagaralam, tepatnya di Lematang Indah saat ini tempat wisata, sebelum Endikat tanjakan yang paling terjal dan berkelok-kelok. Dalam peristiwa penculikan tersebut beberapa pengikut dan ayahnya binasa dibabak bingkaskan preman yang di pimpin Mendasing.
Uniknya dari pementasan ini Vebri Al Lintani mengusung seni tradisi seperti Tadut, Guritan, dan Rejung. Hal ini menjadi bumbu dalam hiruk-pikuknya budaya populer, dan mngajak penonton untukmerenungkan kembali serta menyimak masa lalu di sebuah dusun masa lampau. Apalagi aktor pendukung yang sudah cukup berpengalaman, sehingga betul-betul suasana masa lampau itu hadir.
Teater Gaung bekerja sama dengan Komunitas Batang Hari Sembilan (Kobar 9) dan diiringi ilustrasi musiknya oleh Orkes Rejung Pesirah dan didukung Bank Sumsel mitra anda membangun daerah. Pementasan teater yang bertajuk Gadis Perawan di Sarang Penyamun ini akan dilaksanakan pada 29-30 Mei 2009 secara berturut-turut. Dalam sehari 2 kali pementasan, untuk pelajar dan mahasiswa jam 14.00 WIB, umum dan kelas VIPjam 19.30 WIB bertempat di RRI Palembang. Tahun 2008 pementasan dengan ceritera yang sama pernah dipentaskan di Pusat Bahasa pada peringatan Bulan Bahasa dan dihadiri ratusan siswa serta tamu undangan dari berbagai daerah.
Pertunjukan teater kali ini betul-betul manifestasi dari kekuatan sebuah kelompok teater yang sampai saat ini masih terus eksis di dalam suasana morat-maritnya manajemen teater yang ada di kota Palembang khususnya dan Sumatera Selatan pada umumnya. Dengan hadirnya teater Gaung dapat mementaskan Gadis Perawan di Sarang Jabalan ini maka sebuah bukti dari kebangkitan perteateran di Sumsel, atau kmatangan manajemen yang dikelola oleh Vebri Al Lintani.
Vebri Al Lintani sebagai manager produksi pementasan ini ketika berbincang dalam suasana latihan mengatakan sudah ada beberapa pejabat yang memesan tiket untuk menonton pertunjukan terater tersebut. Tentu ini sebuah kemajuan dalam dunia pertunjukan teater, mungkin karena pemikiran para pejabat sekarang yang mulai terbuka mengenai hiburan alternatif dan relatif segar, mendidik dan berkualitas. Memang ada saja pejabat yang peduli, memiliki kecintaan terhadap seni dan memiliki wawasan serta citarasa yang tinggi terhadap budayanya.
Tentu harapannya bahwa masyarakat bisa menyaksikan bagaimana sebuah kisah cinta dan perjuangan yang terjadi di antara Lahat dan Pagaralam dapat terekam dengan baik, sehingga menjadi sebuah cerita ulang kembali bagi genrasi selanjutnya. Beberapa kawan dari komunitas Gending dari Muara Enim telah siap mengerahkan anggotanya serta anggota keluarganya untuk menyaksikan Gadis Perawan di Sarang Jabalan pada saatnya nanti.
Teater Gaung yang sayup-sayup gaungnya kini mulai berbenah dengan manajemen Kobar 9, diharapkan dari berbenah ini memberikan perubahan juga dalam dunia teater di Palembang. Sesungguhnya hal inilah salah satunya yang diharapkan dari kehidupan kesenian, bisa menghibur dan menyikapi berbagai perkembangan jamannya. Apakah gerakan ini hanya harena terpaan angin, atau dimulai dari kerinduan yang telah lama diimpikan kawan-kawan seniman. Angin-anginan atau timbul tegelam karena tidak kondusifnya berkesenian serta tidak adanya kepercayaan masyarakat Palembang terhadap kesenian yang muncul dari lingkungannya.
Menurut beberapa informasi keadaan yang tidak kondusif dalam berkesenian itu karena SMOS (Senang Melihat Orang Susah, Susah Melihat Orang Senang). Sehingga bagaimanapun baiknya pementasan dan siapapun yang pentas kebanyakan orang tidak perduli. Akan tetapi saya yakin kali ini tidak ada SMOS itu, sebab kebaikan itu untuk semua. Keberhasilan teater Gaung adalah kemajuan bagi teater di Sumatera Selatan
Apabila pementasan ini terlaksana maka menurut Vebri, teater Umum pertama yang menjual tiket bagi penontonnya setelah belasan tahun tidak ada pentas teater yang menawarkan tiket. Pada 1991 terakhir teater yang menjual tiket pementasan yaitu Teater Potlot yang mementaskan Wong-Wong karya dan Sutradara Anwar Putra Bayu. Adapun pementasan-pementasan yang ada selama ini semuanya tanpa bayar. Namun untuk Teater Gabi FKIP Universitas Sriwijaya pernah juga mementaskan naskah Wek Wek selama dua hari pada 2002 di Bukit Besar dengan menjual tiket untuk penontonnya dan cukup banyak orang yang antusisas, menurut Surono mantan Ketua Teater Gabi.
Teater Gaung berdiri 14 Oktober 1992, tentu bukan waktu yang sebentar dalam mengolah sebuah kelompok. Banyak pengalaman yang pernah dilakukannya, mulai dari pementasan hingga berbagai kegiatan kesenian lainnya. Berbagai macam penderitaan baik dalam pementasan dan kegiatan seni sudah cukup, pahit getirnya berteater sudah cukup puas. Apakah dengan tampilnya kini mereka tinggal menghirup kuahnya atau mengecap manisnya. Tentu bergantung kepada mereka semua apakah masih membudayakan SMOS itu atau betul-betul menggunakan manajemen terbaiknya.
Keberhasilan pementasan ini tidak lepas dari keterlibatan Kobar 9, sebuah komunitas seniman yang perduli dengan seni budaya tradisional Sumatera Selatan. Kebetulan saya ikut membidani lahirnya Kobar 9 ini 3 Maret 3003. Semoga Sukses terus!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Urunan Kata