Minggu, 29 Agustus 2010

Ngamen Puisi Wiji Thukul Dapat Semangka






Ngamen Puisi di Pasar Senggol
Komunitas Sastra Lembah Serelo (KSLS) Lahat menggelar Ngamen Puisi karya Wiji Thukul di beberapa tempat keramaian seperti di Pasar Senggol, Pasar Ramadhan PTM dan Talang Ubi, Sabtu (28/8). Talang Ubi ini kompleks rumah warga yang berada di pinggir rel kereta api dekat statsiun Kereta Api Lahat. Kegiatan ini dalam rangka memperingati hari ulang tahun Penyair Wiji Thukul yang juga seorang aktivis yang hilang karena korban politik pada awal reformasi. Di samping itu memperkenalkan puisi kepada masyarakat umum sebagai bentuk seni yang bisa diapresiasi oleh siapapun dan dimanapun.
Hal ini diungkapkan Jajang R Kawentar sebagai pembina KSLS, “Dulu Wiji Thukul sering ngamen puisi, kegiatan ini mengenang penyair Wiji Tukul yang hilang akibat korban politik pada awal reformasi tahun 1998. Sampai saat ini tidak ada tanda-tanda kehidupan Wiji Thukul. Tentunya kegiatan ini juga sebagai bentuk keprihatinan kami dari komunitas Sastra,” kata Jajang.
Warga lahat yang sempat melihat saat ngamen, kaget, aneh mendengar seperti berteriak-teriak baca puisi di pasar Senggol, di Talang Ubi Bedengseng. tampaknya mereka merasa terhibur, karena setiap pembacaan puisi Wiji Thulkul oleh Yudistio, Pinasti S Zuhri dan Jajang R Kawentar disambut dengan melontarkan kata, seperti "merdeka!", "lawan", "ayo", "yeah," atau sekedar berteriak dan tersenyum saja.
Pinasti S Zuhri (30) dan Yudistio (30) pengamen puisi yang juga tokoh pemuda Desa Pagarsari mengungkapkan, “di Pasar Senggol semua pedagang dan pembeli terperangah, karena di Kota Lahat ini tidak pernah ada yang ngamen baca puisi apalagi di pasar,” katanya.
Seorang pedagang tukang buah di Pasar PTM yang memberikan buah semangka kepada pengamen itu mengatakan, “Aku baru kali ini ade jeme (orang) yang ngamen maco (baca) puisi. Bagus juge, kreatif lah,” katanya. *)

Rabu, 18 Agustus 2010

PERBURUAN PETANI PAGARSARI


Kemerdekaan kebunku harus kuraih hari ini
di hari kemerdekaan ini
Monyet penjajah telah merongrong kehidupan buah pentil
Hingga tiada kesempatan hidup sebatang palawija pun
Jelas ini pelecehan kebebasan berkehidupandan merampok hak

Kemerdekaan kebunku harus kuraih hari ini
tanggal tujuh belas ini
Babi telah menginjak-injak batang-batang sampai rata
Mencerabut akar dan umbi palawija
Hingga tercerabut susah payahku
Tiga bulan sudah kutunggu
Hanya porak poranda yang ada
Tak ada panen musim ini

Wahai tuan monyet dan tuan babi
Jangan sampai aku angkat senjata
Atau kau kuasingkan ke kebunbinatang
Jangan sampai kau kuhapus darisejarah
Ingat kekuasaan penuh atas kebun ini keturunan manusia yang punya nama


Wahai tuan monyet dan tuan babi
Mintalah perlindungan ke departemenmu
Mintalah suaka agar kau tetap terjaga
Sekali kau langkahkan kaki kekebunku
Takan kubiarkan peluru bersarang di sarung saja
Sejarah akan menggores di pagarsari

"kalian kaku diburu peluru bedilku"


Pagarsari, Agustus 2010

Selasa, 17 Agustus 2010

PERBURUAN PETANI PAGARSARI



Kemerdekaan kebunku harus kuraih hari ini
di hari kemerdekaan ini
Monyet penjajah telah merongrong kehidupan buah pentil
Hingga tiada kesempatan hidup sebatang palawija pun
Jelas ini pelecehan kebebasan berkehidupan dan merampok hak


Kemerdekaan kebunku harus kuraih hari ini
tanggal tujuh belas ini
Babi telah menginjak-injak batang-batang sampai rata
Mencerabut akar dan umbi palawija
Hingga tercerabut susah payahku
Tiga bulan sudah kutunggu
Hanya porak poranda yang ada
Tak ada panen musim ini


Wahai tuan monyet dan tuan babi
Jangan sampai aku angkat senjata
Atau kau kuasingkan ke kebun binatang
Jangan sampai kau kuhapus dari sejarah
Ingat kekuasaan penuh atas kebun ini keturunan manusia yang punya nama

Wahai tuan monyet dan tuan babi
Mintalah perlindungan ke departemenmu
Mintalah suaka agar kau tetap terjaga
Sekali kau langkahkan kaki kekebunku
Takan kubiarkan peluru bersarang di sarung saja
Sejarah akan menggores di pagarsari
"kalian kaku diburu peluru bedilku"

Pagarsari, Agustus 2010

Senin, 16 Agustus 2010

INI KOPI ASLI DARI TANAH PENUH SEJARAH



aku warga pagarsari, bukan pagar Negara
pagarsari suka seni, pagar Negara mengada-ada
hobi minum kopi, rumah kami dekat kebon kopi
wangi bunga kopi, seperti bau rumput dan tanah terkena embun
engkau belum menciumnya bukan?
sebelum bekerja kucium dia, hingga tujuan dia tetap kucium
dulu hanya dongeng yang kukenang
saat ini aku dalam dongeng itu
mengukir jalan cerita dan membawa kalian pada kenangan belum terjamah


ini kopi asli dari tanah penuh sejarah
sejarah puyang, sejarah purbakala hingga legenda pahit lidah
namun orang-orang di tanah sendiri berjalan menutup mata,
walau begitu juga cukup bahagia, karena sesungguhnya mereka malas membaca
kenikmatan kopi yang dipanen tak dihirupnya sebagai harta benda
kenikmatan kopi yang ditebar tak dibaca sebagai peta dunia

rasanya dunia belum mereguknya
bekenalan saja baru pada dinding ini
seteguk saja bisa mabuk dunia
di rumah pagarsari menyediakannya
sambil menghisap bukit jempol, barisan buki-bukit
dan kiriman dari lembah yang sepoi-sepoi
tiada dua rasanya menghantarkan kopi pada dunia sesungguhnya

Pagarsari, Agustus 2010