Selasa, 31 Januari 2012

KUKENANG ENGKAU


Kukenang Engkau

Kukenang engkau di lembah Bukit Serelo
Si muka kasar dan kejam, namun aku tahu pola hidup petani dalam kerja
Aku melihat wajah buruh dan pekerja kasar kota dalam cermin
Cermin yang membuat dirimu seperti kekuatan cinta yang tersumbat

Kamis, 26 Januari 2012

ACARA PANGGIH PENGANTIN WARGA PAGARSARI KETURUNAN JAWA



1. Balangan Gantalan Sirih
Setelah kedua pengantin berhadapan, keduanya saling melemparkan sirih. Ini menandakan keduanya saling memberikan kasih sayang.
2. Pijak Telor Iwijik Pupuk
Di sini penganten putra memecahkan telor menggunakan kaki dan kakinya dibasuh tiga kali oleh pengantin putri. Ini melambangkan pengantin putri (istri) haruslah berbakti sepenuhnya kepada pengantin putra (suami)
3. Singepan Sindur
Di sini sang ayah mengerudungkan Sindur di bahu kedua pengantin dan di belakangnya sang Ibu menuntun. Ini berarti ayah membimbing ke dua pengantin ke mahligai rumah tangga dengan iringan restu sang ibu.
4. Bobot Timbang
Sang ayah pengantin putri memangku kedua pengantin, Ibunya bertanya: “Abot endi pak-e?” kata sang Ibu. Sang Ayah menjawab, “Podo wae bune,” jawab ayah. Ini berarti mereka tidak membedakan kkasih dan sayang mereka pada kedua pengantin, baik pada anaknya sendri ataupun pada menantunya.
5. Kacar Kucur
Pengantin putra menuangkan beras, kunyit, yang dicampur dengan uang logam, kacang-kacangan serta bunga, lalu diterima oleh pengantin putri. Ini melambangkan suami haruslah mencari nafkah dan diterima dengan baik oleh sang istri.
6. Dahar Idumah
Kedua Pengantin saling menyuap, dilanjutkan kedua orang tua pengantin secara bergantian menyuapi pengantin
7. Sungkem / Pangabekten
Secara bergantian ke dua penganten sungkem diiringi permohonan dan restu dari orang tua agar menjadi keluarga yang sakinah mawahdah warohmah

Minggu, 15 Januari 2012

Hujan Di Pagarsari


Bukit Desa Pagarsari Lahat terus diguyur hujan
gugusan bukit menjadi tempat lamunan
engkau jauh menunggu di sana
ada luka dan suka bergelut
di dalam dada berdegup

Sabtu, 14 Januari 2012

LEGITIMASI REKAYASA SEREMONIAL ELITEPOLITIK KESENIAN PADA PETA KEBUDAYAAN SUMSEL



Oleh Jajang R Kawentar

Setelah membaca Sumeks Minggu (8/1) pada halaman 25 yang berjudul Subjektifitas Seni, Kritik Anugrah Batanghari Sembilan. Rasanya saya perlu mengklarifikasi terhadap kegiatan akbar dan mulia yang di gelar oleh Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) dalam pemberian anugrah Batang Hari Sembilan pada tanggal 23 Desember 2011 di Hotel Swarna Dwipa Palembang oleh Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin: karena nama saya Jajang R Kawentar disebut-sebut sebagai nominator dalam ajang kompetisi berkesenian tersebut. Ada beberapa alasan kenapa hal ini harus diklarifikasi melalui media, karena menyangkut pemberitaan di beberapa media.
Saya senang beberapa kawan pekerja seni mendapatkan anugrah Batanghari Sembilan itu, tetapi saya menjadi keliahatan besar karena saya menjadi kompetitor dalam ajang tersebut dan sebagai nominator. Padahal tidak sedikitpun saya berkeinginan untuk mengikutsertakan diri saya yang memang pekerja seni biasa, menjadi peserta ajang perebutan anugrah yang diadakan satu tahun sekali tersebut.
Saya kaget setelah mendapat kabar dari Nurhayat Arif Permana (penyair, entertainer yyang juga sebagai nominator) ketika dalam kendaraan menuju Palembang memenuhi undangan dari kelompok sub kultur di palembang pada tanggal 24 Desember 2011 di Galeri taman budaya Sriwijaya. Saya betul-betul tidak mengetahui kalau telah diselenggarakan pemberian anugrah Batang Hari Sembilan.
Sementara saya juga tidak pernah menyatakan mengikuti kompetisi untuk mendapatkan Anugrah Seni Batanghari Sembilan dengan hadiah uang sebesar 10 juta tersebut. Panitia juga tidak memberitahukan kalau saya dilibatkan dalam kompetisi tersebut, tidak ada selembar undangan pun, atau SMS sekalipun. Sebab saya juga tidak mengumpulkan sejumlah karya saya untuk dinilai oleh panitia. Karena karya saya dan kinerja berkesenian saya bukan untuk dikompetisikan. Selama saya berkarya hanya untuk pengabdian saja.
Saya tidak menapikan terhadap sebuah anugrah, karena saya anggap anugrah yang diberikan semata karena kesetiaan dalam berkarya, pengabdian diri terhadap kesenian itu sendiri dan pengabdian terhadap masyarakat. Selain ikut mengembangkan potensi seni lokal, serta ikut melestarikan kesenian yang ada di lingkungan yang mikro dan makro. Apakah sebuah pengabdian terhadap berkesenian itu menjadi ajang kompetisi bagi para pekerja seninya. Saya kira itu hanya kerja panitia dari sebuah lembaga yang perduli terhadap kinerja kesenian. Dan yang menentukan layak tidaknya mendapat anugrah tentulah panitia sendiri.
Saya sangat mendukung adanya pemberian anugrah seni apapun namanya kepada para pekerja seni di Sumatera Selatan, untuk memacu pengabdiannya yang lebih. Sebab kinerja berkesenian ini perlu banyak pengorbanan, apalagi di daerah-daerah terpencil. Sehingga perlu kiranya diberikan anugrah atau penghargaan, kepada mereka yang karena kinerja kesenian itu tidak kasat mata. Tidak keliahatan apalagi oleh orang-orang yang kurang mendukung kesenian di daerah itu. Karena memang pemerintah kurang perduli dengan para pengabdi seni, apalagi di daerah. Saya yakin para pekerja kerja seni membutuhkan sebuah dorongan moral dan material.
Namun, dalam mendapatkan sebuah anugrah itu bukan kewajiaban pekerja seni untuk mengumpulkan datanya sendiri lalu dinilai oleh panitia penyelenggara pemberi anugrah. Naif rasanya apabila peristiwanya demikian. Karena pekerja seni sedang mengejar sebuah anugrah, bukan karena tuntutan kerja seni sebagai kewajibannya atau tuntutan dalam pilihan berkeseniannya.
Saya berkesimpulan dari apa yang di lansir beberapa media bahwa menurut Nurhayat Arif Permana “Ketua Panitia ASBS Ahmad Muhaimin mengatakan pemenang anugerah seni didasarkan pada kekaryaan dalam dua tahun terakhir. Itu artinya tidak ada nilai pengabdian di situ karena ini adalah kompetisi. Kalau mau menentukan pemenang dalam kompetisi itu, tidak perlu mengumumkan calon-calon nominasi”.
Jadi kalau memang kompetisi kenapa nama saya Jajang R Kawentar disebut-sebut sebagai nominator, saya merasa menjadi orang hebat, padahal kerja kesenian saya di Sumatera Selatan ini baru 11 tahun terakhir dibandingkan dengan kawan lain seperti Rapani Igama, Yudhy Syaropi dan Nurhayat Arif Permana. Saya juga tidak membukukan karya-karya, meskipun ikut membidani lahirnya beberpa buku dari kawan-kawan saya. Akhirnya saya jadi ria, takutnya menjadi uforia. Sebaiknya saya meminta maaf kepada panitia dalam hal ini DKSS atas kejadian ini sebagai etika dan estetika dalam berkesenian, supaya ada keterbuakaan dan itikad persahabatan serta persaudaraan. Karena saya hanyalah manusia biasa dan bukan dalam lingkungan sebuah lembaga besar yang memiliki dasar hukum.
“Ternyata Penghargaan dari H. Alex Noerdin sebagai gubernur kini begitu dinantikan oleh para penggiat atau pelaku seni. Terbukti dari beberapa orang yang menerima dan yang tidak menerima itu seringkali kami dengar semacam gerutuan. Bagi yang merasa layak menerima lalu tidak mendapatkannya maka ada saja semacam prolog wajah sejarah orang yang menerima itu. Sepertinya terkesan apabila ada orang yang menerima penghargaan atas kerja kerasnya itu kawan kita tidak terima. Tetapi apabila kawan kita yang layak menerima penghargaan dan dia tidak mendapatkannya juga mendapat celaan, dan prolog wajah sejarah orang itupun kembali berkumandang,”(jajang r kawentar, Taikucing Akademi Sastra Palembang [ASAP] www.jajangrkawentar.blogspot.com). Setelah Akademi Sastra Palembang [ASAP] yang saya bina mendapat bantuan uang pembinaan dari H. Alex Noerdin sebelum beliau menjadi Gubernur pada tahun 2008 sebesar 5 Juta rupiah.
Sebelum megklarifikasi di media ini saya mengklarifikasi kepada beberapa kawan dekat saya: aku katanya sebagai nominasi penerima anugrah seni, gak tahu apa kriteria yang dinilai panitia... kayaknya ini kompetisi... apa yang dikompetisikannya...

aku gak tahu sama sekali kapan anugrah itu diselenggarakan, mengetahuinya ketika mengadiri undangan dari kelompok sub kultur di palembang. aku sendiri yang katanya nominasi sebuah anugrah itu gak ada undangannya... aku menjadi bagian dari alat legitimasi untuk rekayasa sebuah seremonial elite politik kesenian pada peta kebudayaan Sumatera Selatan

tapi tak mengapa, nilai sebuah pengabdian dan karya bukan pada panitia kecil itu. aku kerja kesenian bukan untuk mengejar anugrah apapun apalagi dari sebuah rekayasa elite politik kesenian ... hehe.... salam budaya! terimakasih...


Jajang R Kawentar
Guru Murid

Seburuk apapun dia guruku
Sejelek apapun dia guruku
Dia membuka pikiranku
Dia mengajakku belajar
Karenanya aku mengerti dan memahami
Guruku engkau mulia
Segala ilmu yang engkau beri berguna
Amal baktimu terkenang selalu
Seburuk apapun dia muridku
Sejelek apapun dia muridku
Dia permata dunia
Dia nahkoda masa depan
Karenanya perlu arahan dan bimbingan
Supaya kesempatan tidak dilewatkan
Membangun nusa dan bangsa jaya
Kerja yang baik itulah harapan
Meraih bintang masa datang
Abadi dalam genggaman

Pagarasari, januari 2012