Sabtu, 22 Agustus 2009

SASTRAWAN SEBAGAI AGEN PENCITRAAN

Jajang R Kawentar

Keberadaan sastrawan di tengah-tengah kehidupan masyarakat sangat penting. Sebab sastrawan pada dasarnya merupakan mediator kemajuan bangsa di era komunikasi dan globalisasi. Di tangan para sastrawan perkembangan peradaban bangsa ditentukan, sehingga pada gilirannya mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar untuk membantu proses pembangunan bangsa, (Gubernur Bangka Belitung, Ir. H. Eko Maulana Ali).

Setelah Temu Sastrawan Indonesia (TSI) 1 sukses diselenggarakan di Provinsi Jambi pada tahun 2008, kini penyelenggaraan TSI II dilaksanakan di Kota Pangkalpinang Provinsi Bangka Belitung . Pemerintah Bangka Belitung dalam hal ini Gubernur Ir. H. Eko Maulana Ali sangat apresiatif terhadap kegiatan TSI II ini. Bahkan ia sendiri ikut meluncurkan sebuah buku dengan karyanya yang bertajuk Gurindam Abad 21: Berkelana Di Padang Fana. Gurindam Abad 21 ini menurutnya kebalikan dari Gurindam 12 karya dari Raja Ali Haji yang merupakan tokoh dari gurindam itu sendiri. Dalam kesempatan pembukaan TSI II di Mahligai Serumpun kompleks perkantoran Pemerintah Provinsi Babel pada Kamis 30 Juli 2009, Gubernur Ir. H. Eko Maulana Ali menyanyikan karyanya tersebut dengan diiringi Orkes Gambus khas Bangka Belitung. Seluruh tamu undangan dan para sastrawan yang hadir sekitar 130 orang yang datang dari berbagai daerah di tanah air, 45 orang dari Bangka Belitung, 16 panelis, ikut bangga atas kepiawaian gubernur dalam bersastra dan menyanyikannya dengan baik.

Gubernur dalam memberikan kata sambutannya membacakan dua buah pantun yang merupakan penghargaan bagi para sastrawan;
Andai tumbuh bunga di laman
Semat pinang mari menari
Wahai tuan para sastrawan
Selamat datang di negeri kami

Jika ke huma membawa pepah
Pepah bertiti berpagar duri
Alamnya indah rakyatnya ramah
Inilah Negeri Laskar Pelangi

Dengan kegiatan TSI II ini Pemprov Babel sangat yakin akan kehadiran sastrawan dari berbagai pelosok Nusantara pasti membawa perubahan dalam image atau identitas Provinsi Babel sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia dan Lada, juga sebuah negeri yang kaya akan seni budaya serta keindahan alamnya. Perubahan atas kehadiran karya sastra ini sudah jelas dirasakan oleh gubernur itu sendiri, menurutnya salah satunya karena buku Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang laris serta filmnya telah banyak ditonton itu. Diantara pengaruhnya dari 800 pelancong yang datang ke provinsi Babel ini, 2 orang datang ke Bangka dan sisanya datang ke Belitung . Di samping itu tentu kota Belitung menjadi banyak dikenal dan membuat penasaran masyarakat di luar itu. Hal ini merupakan efek dari karya sastra yang menggambarkan keindahan alam Belitung yang eksotis dan nilai-nilai lokal yang mengagumkan. Mulai dari spirit hidup, keramahan dan kecerdasan masyarakatnya tergambar dalam Laskar Pelangi yang kini menjadi kebanggaan masyarakat Babel , sekaligus semakin menumbuhkan rasa percaya diri masyarakat Belitung . Sesungguhnya kebanggaan terhadap Laskar Pelangi tersebut tidak hanya ditunjukan masyarakat Babel saja tetapi masyarakat Nusantara umumnya.

Begitu besar pengaruh karya sastra terhadap pencitraan-pencitraan yang diciptakannya. Apalagi diiringi dengan publikasi yang intens tentang tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai kepentingan yang melingkupinya. Termasuklah penyelenggaraan Temu Sastrawan Indonesia ini. Sebagai upaya pemerintah Babel untuk mensejahterakan masyarakatnya melalui pariwisata. Kepercayaan pemerintah Babel terhadap sastrawan, merupakan bagian catatan sejarah yang abadi. Kapanpun, di manapun dan siapapun akan menuliskannya ulang.

Kegiatan ini sebagai upaya yang efektif dalam menyebarkan pencitraan melalui para sastrawan yang dimiliki kepulauan Babel . Para sastrawan menjadikan agen dalam membangun pencitraan, image, dan identitas daerahnya. Jelas, pencitraan terhadap daerah Babel akan terus mengiringi para pengikut kegiatan ini terhadap kekayaan seni budaya, keindahan alam rayanya dan aspek social kulturnya ketika menuliskannya sebagai kenangan atau sebuah cerita mengenai daerah ini. Kemudian dari penyebarannya akan dirasakan pula oleh berbagai kalangan oleh masyarakat lainnya.

Keputusan atas penyelenggaraan TSI II di Pangkalpinang ini, Pemprov Babel memiliki harapan agar para sastrawan menuliskan pengalamannya selama berada di Pangkalpinang, tentunya karya yang berhubungan dengan Babel . Semakin banyak sastrawan menulis tentang Babel maka pencintraan terhadap Babel berangsur berubah dan Babel akan semakin dikenal seperti juga Laskar Pelangi.

Dengan terlaksananya TSI II tidak lepas dari dukungan nyata yang sangat luar biasa dari Gubernur Babel terhadap perkembangan dunia sastra dan dalam hal ini upaya mendorong para penulis Babel untuk terus berkarya, serta ikut sertanya pemerintah dalam menumbuh suburkan para penulis supaya terus berkiprah. Sebab disadarinya bahwa karya para penulis itu merupakan asset daerah yang sangat berharga dibandingkan dengan sumber daya alam yang pasti suatu saat akan habis, dan hanya akan mewriskan sumber bencana.
Sementara karya sastra sebagai sumber kontrol sosial yang terus akan hidup di tengah-tengah masyarakat yang diwarisinya.

Ternate dan Tanjung Pinang Perebutkan Tuan Rumah

Temu Sastrawan Indonesia (TSI) II yang di laksanakan di Kota Pangkalpinang Kepulauan Bangka Belitung , 30 Juli – 2 Agustus 2009 lalu. Merupakan hasil keputusan dari TSI I di Jambi 7 – 11 Juli 2008. Saat itu ada dua kota yang menawarkan menjadi tuan Rumah TSI II yaitu Palembang (Sumsel) dalam hal ini diwakili sastrawan Anwar Putra Bayu dan Sunlie Thomas Alexander mewakili Kepulauan Bangka Belitung. Pada kesempatan itu Bangka Belitung lebih siap, dan Sumsel meragukan karena alasan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2009 sehingga diputuskan bahwa TSI II 2009 di Pangkalpinang dan TSI III 2010 di Palembang.

Keputusan Palembang akan menjadi tuan rumah TSI III tahun 2010 setelah TSI II di Babel tahun 2009 menjadi kabur, setelah dimusyawarahkan kembali belum ada tanggapan apapun dari pemerintah Sumsel ataupun Palembang dan pihak dinas terkait sampai saat ini. Padahal saat itu Penyair Palembang menyanggupinya untuk menjadi tuan rumah TSI III.

Tetapi bagaimana mengkoneksikannya dengan pemerintah Sumsel kalau tidak ada sedikitpun perhatian terhadap para satrawannya. Bukan berarti kita sebagai sastrawan ingin diperhatikan, hanya itulah perbedaannya dengan daerah lain. Karena ketidak jelasan kesanggupan tuan rumah TSI III maka Tim perumus mengadakan rapat mengajukan daerah mana yang bersedia menjadi tuan rumah mengantikan Palembang TSI III.

Setelah ditawarkan kepada forum, ternyata dari Ternate dan Tanjung Pinang Kepulauan Riau yang siap jadi tuan rumah. Namun tim perumus mengajukan syarat-syarat kepada tuan rumah yang siap dan memberikan kesempatan kepada 2 kota itu memaparkan mengenai kesanggupan daerah tersebut dapat dijadikan tuan rumah

Tim perumus yang terdiri Jajang R. Kawentar (Lahat), Joni Ariadinata (Yogyakarta), Raudal Tanjung Banua (Yogyakarta), Saut Situmorang (Yogyakarta), Doel CP Alisah (Aceh), Zen Hae (Jakarta), Firdaus (Jambi), Sunlie Thomas Alexander (Babel), Dian Hartati (Bandung), Triyanto Tiwikromo (Semarang), Dewi (Lubuk Linggau) dan Ali Samsudin Arsy (Banjar) Ramayani (Jambi). Saat ini Anwar Putra Bayu penyair Palembang tersebut tidak hadir dalam acara ini.

Dari hasil pemaparan dari Ternate diwakili Dino Umahuk, mengatakan ada respon dari Kepala Daerahnya dan 2 Perguruan Tinggi yang ada di sana siap mendukung TSI III di kotanya Ternate.

Sementara dari Tanjung Pinang Kepulauan Riau yang langsung diwakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Abdul Kadir Ibrahim mengatakan bahwa dirinya sangat berharap TSI III untuk diadakan di kotanya. Seperti kita ketahuai bahwa Walikotanya Suryatati A. Manan adalah penyair. Selain itu di sana sudah biasa mengadakan even budaya baik nasional dan internasional. Bahkan mereka sudah menyiapakan dana kira-kira Rp1milyar untuk TSI III nanti.

Dalam menentukan tuan rumah TSI III cukup pelik ada semacam ketidakadilan geografis, karena sudah dua kali TSI diselenggarakan di bagian Sumatera, maka ada harapan untuk diselenggarakan di Indonesia bagian timur. Akan tetapi keputusan tim perumus sangat menentukan akan diselenggaakan dimana selanjutnya TSI II ini di adakan.

Tim Perumus meminta kepada siapa saja yang akan menjadi tuan rumah bahwa yang mengatur mengenai siapa saja yang harus diundang atau berbagai bentuk acara dan materi dalam TSI III nantinya menjadi tanggung jawab Tim perumus dan Tim curator Lintas Daerah yang akan dibentuk oleh tim Perumus kemudian.

Kepala Dinas Priwisata dan Budaya Tanjung Pinang tidak keberatan dengan beberapa persyaratan yang diusulkan oleh Tim Perumus, Pemerintah Daerah Tanjung Pinang hanya akan melaksanakan Kegiatan TSI III sesuai dengan yang diamanatkan Tim Perumus.

Karena kesiapan Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau dan hasil kesepakatan maka TSI III 2010 jatuh kepada Kota Tanjung Pinang. Sementara Kota Ternate menjadi kota tujuan TSI IV tahun 2011. Dengan demikian Sumsel akan lewat saja. Betapa daerah lain begitu antusias untuk menjadi penyelenggara TSI ini tetapi Sumsel seperti tidak ada gairah. Apa gerangan program seni budaya yang bisa membawa catatan sejarah, atau menjadi catatan para pencatat seni budaya itu sendiri.

Kegiatan seremonial yang dilaksanakan oleh pemerintah itu hanya akan menghasilkan jas-jas tebal atau bau parpum luar negri saja. Sementara esensi dari gerakan sebuah kesenian atau seni budaya yang bergerak di masyarakat hanya menjadi obrolan atau menjadi ajang proyeknya. Tidak jelas visi dan misi senibudaya daerah ini. Apa yang harus dilakukan dan apa yang harus segera di bantu, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi tidak pernah mau bertanya atau bagaimana supaya ke depan seni budaya daerah kita akan semakin membaik.

TSI merupakan kegiatan yang cukup positif apabila diarahkan sesui dengan kebutuhan daerah. Sehingga ada beberapa program kebudayaan yang mungkin akan dapat mempengaruhi perubahan akan daya pandang masyarakat dengan seni budaya daerahnya. Untuk sama-sama bahu-membahu mencintai serta mengetahui lebih jauh adat istiadat, tradisi serta seni budaya yang berkembang di daerahnya.

Salah satu hasil dari TSI II di Pangkalpinang adalah 2 buah buku antologi Cerpen dan Puisi. Antologi Cerpen Jalan Menikung ke Bukit Timah setebal 321 halaman yang berisikan 33 Cerpen dan 2 merupakan karya dari sastrawan Sumsel diantaranya karya Dahlia Rasyad (Palembang) dengan judul cerpennya Rambut Perak, dan Beni Arnas (Lubuk Linggau) dengan Judul cerpennya Kembang Putih di Atas Perahu.

Sementara Antologi Puisi Pedas Lada Pasir Kuarsa setebal 209 halaman yang terdiri dari 103 puisi dari 64 penyair dan dari Sumsel terdapat 3 penyair, Eko Pura (Sekayu), Nurhayat Arif Permana (Palembang) sekaligus sebagai pembicara, dan Jajang R Kawentar (Lahat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urunan Kata