SENI UNTUK PEREMPUAN
Jajang R Kawentar
Menurut penelitian pada tahun 90-an, di Asia termasuk Indonesia, menunjukan bahwa jumlah perempuan yang mengalami stres dan depresi lebih banyak dibanding laki-laki dengan rasio 2:1. apakah pada tahun 2000-an ini berkurang atau cenderung bertambah? Belum ada teori ilmiah yang dapat menjelaskan kenapa demikian. Hal itu diperkirakan karena sikap dan tuntutan masyarakat yang didominasi laki-laki terhadap posisi dan peran perempuan di negri timur. Di sini perempuan harus kawin, beranak pinak, harus sukses dalam karier sekaligus sukses menjadi ibu rumah tangga, dalam pembinaan keluarga, tak boleh selingkuh, harus dapat merawat anak-anak yang sakit sekaligus pula suami dan mertuanya yang manja, harus dapat mengatur jatah gaji suami guna kebutuhan hidup sebulan, serta tetek bengeknya.
Perempuan juga mesti aktif dalam kegiatan sosial seperti mengikuti arisan, PKK dan bertanggung jawab bila anaknya kurang gizi. Ditambah lagi dengan godaan-godaan dari lingkungannya, terutama dampak iklan komersial dari TV dan media lainya yang sangat rentan terutama bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah. Perempuan harus mampu menahan harapan serta keinginan-keinginannya di luar kemampuan laki-laki atau suami. Perempuan jangan terlalu banyak permintaan, cukup di rumah, tidak usah refresing, jalan-jalan, minta pulang kampung, jajan model atau bakso, perempuan harus manut nunut. Coba kalau laki-laki diperlakukan seperti itu. Stres juga kalu tidak gila.
Dengan keadaan yang memprihatinkan seperti ini, tidak sedikit perempuan yang tidak kuasa dalam kekakangan atau kungkungan laki-laki. Akhirnya mereka memilih jalan keluar dengan caranya masing-masing. Umpamanya, bercerai, memilih untuk hidup sendiri, berusaha tidak mencintai laki-laki tetapi mencintai perempuan sebagai teman hidup, semua itu merupakan jalan keluar perempuan untuk menghindari konflik dengan makhluk yang namanya laki-laki. Apakah setelah menemukan pilihan-pilihan hidup tersebut konflik itu akan lenyap?
Sehubungan dengan permasyalahan tersebut, seni menjadi metode alternatif terapi dengan cara pendekatan melalui berkreasi lewat karya seni.
**********
Bila setiap insan dapat mengekspresikan dirinya dan mampu mengambil hikmah terhadap konflik-konfliknya sendiri, ia akan mempunyai kepribadian yang utuh dan matang. Karena dalam berekspresi akan mengeluarkan segala sesuatu yang sedang dialami dan apapun yang dirasakan itu akan secara bersamaan keluar melalui karya tersebut. ketika menemukan kepuasan dalam berkreasi akan menimbulkan rasa percaya diri, dan meraih pengalaman estetik dan spiritul baru. Berdasarkan konsep inilah seni dikembangkan sebagai terapi kejiwaan di bidang psikiatri. Penciptaan karya seni dapat berfungsi sebagai terapi psikis bagi siapa saja, tidak ada manusia yang tidak pernah mengalami stres dan konflik selama masih hidup di bumi ini. Apakah metode ini dilakukan juga di rumah sakit jiwa yang ada di Palembang sebagai media penyembuhan pasiennya?
Sigmund Freud, beberapa puluh tahun yang lalu telah menulis, bahwa: Mencipta karya seni merupakan dorongan Eros (instink kehidupan) dan dorongan Thanatos (instink kematian) demi tercapainya prinsip kenikmatan, dan ini merupakan kepuasan batin. John Naisbitt dan Aburdene dalam bukunya Megatrends 2000 mengatakan bahwa seni semakin memasyarakat. Mereka menyebutnya “dasawarsa renaissans” dalam seni. Tentunya semakin memasyarakatnya seni dalam kehidupan akan dapat membuka wacana baru tentang kegunaan lain dari seni. Seni tidak hanya melulu sebagai sarana untuk mendapatkan hiburan bagi penikmat atau kolektor seni atau sebagai media untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, serta persepsi seseorang bagi penciptaan karya seni. Di samping itu seni dapat digunakan sebagai terapi bagi penderita kejiwaan.
Coretan, gerak, beat, intonasi dan ungkapan perasaan yang penuh gairah, kegembiraan, semangat, adalah dorongan Eros, dan yang merana, kehancuran, keterasingan, depresif, adalah dorongan Thanatos. Karya seni dimaksud merupakan ekspresi dorongan bawah sadar, memori, alam perasaan dan proses pikir manusia; dengan sendirinya seni merupakan gumpalan kristal dari endapan-endapan tematik dan konflik-konflik yang dialami manusia, sehingga manusia bisa tersenyum melihat konflik dan dirinya sendiri.
Dalam hal ini orang yang depresi memungkinkan menghasilkan sebuah karya yang “gila”. Seperti kata dramawan Rendra bahwa untuk sebuah karya yang monumental, dibutuhkan kefrustasian yang sangat besar. Kefrustasian adalah stres dan goncangan jiwa. Itu sebabnya proses penciptaan karya seni bisa menjadi terapi psikis.
**********
Mereka yang dikatakan pernah menderita gangguan jiwa Euforia adalah Nietzsche; banyak orang yang menertawakan ide-idenya. Tetapi ia terus menulis dan berfikir karena dia menulis bukan untuk zamannya melainkan untuk abad berikutnya. Van Gogh, juga menderita gangguan jiwa berat Skizofrenia dan Salvador Dali pelukis surealis itu mengidap sindrom Paranoia, namun mereka mampu menciptakan karya seni yang tiada duanya di dunia ini. Begitu juga Edgar Allan Poe pengarang puisi dan prosa terbesar Amerika, pada masa hidupnya ia kurang banyak dimengerti orang, bahkan sering dihina dan dianggap gila. Apakah anda berada diantara mereka yang telah terganggu jiwanya menjadi orang top dunia, dan karyanya diperhitungkan milyaran orang?
Kalau kita merujuk kepada pendapat Rendra di atas, maka kesempatan mengembangkan bakat terpendam bagi perempuan akan semakin terbuka lebar. Bisa jadi kaum perempuan usahawan atau para pegawai di bawah dan di atas, bahkan kaum buruh, pedagang, para gelandangan dan berbagai lapisan masyarakat, semua berpotensi menggeluti penciptaan karya seni, kapanpun, di manapun, dapat dilakukan ketika jiwa merasa terganggu. Mengekspresikan segala pikiran dan perasaan yang mengganjal, berarti mengurangi kadar dari gangguan kejiwaan kita. justru bagi sebagaian seniman atau pekerja seni mereka akan selalu mencari masalah guna referensi dalam setiap karya-karyanya. Karena masalah itulah seniman menemukan segudang karya dan akan menjadikannya sebagai manusia yang berada di tengah masyarakatnya.
Alangkah bijaksananya apabila kita menyiapkan alat dan bahan atau media untuk mengekspresikan gagasan-gagasan segar dan orsinil kita. Misal, pena, kertas untuk mencipta karya sastra: puisi, cerpen, novel, prosa, pantun; kanvas dan cat untuk melukis atau menggambar, menata taman di halaman, bernyanyi, main musik dan masih banyak lagi. Seandainya kegiatan terapi ini rutin dilakukan, tentunya kita tidak akan kesulitan atau kekurangan para pelukis, pemain musik, sastrawangi, dan sebagainya perihal seni. Barangkali apresiasi seni kita pun akan terus dinamis, dan apabila jumlah perempuan yang mengalami stres dan depresi lebih banyak dibanding laki-laki, tentunya akan banyak perempuan sebagai pekerja seni. Tetapi kenyataannya pekerja seni perempuan di Indonesia satu dua saja. Bagaimana dengan pekerja seni perempuan di Lahat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Urunan Kata