DKSS PENUH INTRIK
Jajang R Kawentar
Di tengah intrik yang terjadi dalam peristiwa Musyawarah Dewan Kesenian Se-Sumatera Selatan yang diselenggarakan oleh panitia musyawarah di Hotel Paradise pada tanggal 24-25 Januari 2009, menjadikan bertambahnya catatan buram dalam tubuh Dewan Kesenian.
Bagaimana seorang Zulkhair Ali sebagai ketua Umum Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) masa bakti 2008-2013 yang ditetapkan oleh Gubernur Prof. dr. Mahyuddin NS . Sp. OG (K) pada tanggal 29 Oktober 2008 berkata di depan sidang terhormat pada 24 Januari 2009 bahwa dirinya bersedia menjadi ketua DKSS namun ia tidak bersedia kalau ada pemilihan ulang ketua dewan tersebut.
Beberapa anggota musyawarah utusan daerah dan tim peninjau bahkan dari beberapa panitia mempertanyakan pernyataan Zulkhair Ali. Sejalan dengan semangat demokrasi yang diusung dalam acara tersebut. Hal ini sebagai upaya menyangkal sikap arogan seperti musyawarah yang dilakukan DKSS beberapa waktu lalu di hotel Swarna Dwipa.
Mereka menyatakan bahwa Dewan Kesenian Daerah (DKD) tidak ada hubungan secara hirarki dengan DKSS. Pernyataan dari utusan daerah cukup beralasan kalau mereka sesungguhnya hampir tidak perduli dengan keberadaan DKSS. Siapapun ketua DKSS tidak ada pengaruh bagi DKD. Karena selama ini DKSS tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi Dewan Kesenian di daerah.
Sebungan dengan Dewan Kesenian Daerah tidak ada hubungan secara hirarki dengan DKSS, muncul pertanyaan, mengapa Ketua DKSS harus dipilih oleh utusan dari DKD. Sementara ketua DKD sendiri dipilih oleh seniman yang berada di daerah atau dipilih karena kebijakan pemerintah daerah serta dikukuhkan oleh kepala daerah. Bukankah seharusnya ketua DKSS dipilih oleh seluruh seniman yang berada di wilayah Sumsel.
Kenyataannya musyawarah Dewan Kesenian Se-Sumatera Selatan mengantarkan Zulkhair Ali kembali menjadi ketua DKSS, hal ini karena banyak yang memungkinkan dirinya menjadi ketua DKSS. Sebetulnya kemungkinan itu juga sama besarnya dengan permasalahan yang akan muncul kemudian, seperti umumnya sebuah scenario dalam setiap pemilihan ketua organisasi masyarakat yang sudah besar.
Dalam surat undangan yang dikirim panitia musyawarah Dewan Kesenian Se-Sumsel ini ternyata berbeda dengan bunyi suratnya. Hal ini terungkap saat utusan dari DKD Prabumulih dan Ogan Ilir di depan sidang bahwa undangan yang diterimanya menyebutkan “Musyawarah Seniman Se-Sumsel”, bukan musyawarah “Dewan Kesenian Se-Sumsel” seperti yang tertera di spanduk kegiatan tersebut.
Perserta musyawarah juga mempertanyakan adanya pemilihan Ketua DKSS ulang, sehingga membuatnya tambah bingung. Hal ini melegalisasikan kekuatan suara beberapa orang utusan dari kabupaten kota terhadap ketua DKSS. Bukankah sesungguhnya ketua DKSS dipilih oleh seluruh seniman Se-Sumsel, karena ketua dewan merupakan representasi dari kekuatan seluruh suara seniman, dan ketua DKSS harus mempertanggungjawabkan setiap kegiatannya terutama kepada seluruh seniman dan masyarakat umum, tidak hanya kepada utusan dari setiap DKD.
Apabila ketua DKSS dipilih oleh utusan dari DKD maka ada garis kerja yang terstruktur, barangkali salah satu contoh Ketua DKD dilantik dan dikukuhkan oleh ketua DKSS, tidak oleh kepala daerahnya. Bahkan termasuk dalam pembiayaan setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh DKD.
Peserta musyawarah dari daerah mensinyalir adanya kepentingan dari sekelompok orang terutama dari mereka yang berada di Palembang . Mereka khawatir dengan banyaknya tanggapan dan usulan dari panitia serta peninjau yang mendominasi setiap persidangan. Namun baik peninjau maupun panitia menjelaskan, kalau peristiwa ini merupakan pembelajaran dalam era keterbukaan, dan kemerdekaan berpendapat (demokrasi) untuk mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan berkesenian
Peserta musyawarah dari daerah tampaknya kurang antusias mengikuti kegiatan ini. Karena memang suasananya berbeda seperti kegiatan musyawarah-musyawarah sebelumnya yang pernah dilaksanakan DKSS, kali ini lebih ulet dan sering terjadi ketegangan dalam mengungkapkan pendapat. Peserta musyawarah dari Ogan Komring Ilir mengungkapkan kekhawatirannya ketika menghadapi peserta musyawarah yang dengan suara lantang menyangkal pendapat dari peserta lain.
Namun ada peserta yang mengalir saja mengikuti gerakan yang berkembang dalam musyawarah tersebut. Hal ini sebagai salah satu bukti bahwa mereka sesungguhnya kurang perduli dengan apapun yang nantinya terjadi di tubuh DKSS. Tidak sedikit seniman atau pengurus DKSS yang dikecewakan karena peristiwa Musyawarah Dewan Kesenian Se-Sumatera Selatan ini, karena struktur kepengurusan dirombak. Sebelumnya terdiri dari komite-komite, kini memakai sistem Deputi yang terdiri dari 9 Deputi. Pejabat dari sembilan Deputi ini semuanya baru, namun bukan baru dalam berorganisasi, sudah malang melintang di dalam berorganisasi.
Dari 9 Deputi inilah seluruh seniman berharap DKSS ke depan akan menjadi lebih baik. Dapat memberdayakan seniman, dapat menghidupkan kembali dunia berkesenian di Sumsel. Meskipun seniman tidak bergantung terhadap DKSS, sebab dengan sendirinya seniman hidup karena semangat berkaryanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Urunan Kata