Senin, 27 September 2010

PUISI BERTHA CECILIA: KEPADA PUTRAKU

PUISI BERTHA CECILIA

Kepada Putraku


Satria
pagi ini hanya bisa kurebuskan singkong kesukaanmu
Meskipun sudah 29 kali pagi berganti
Kurebuskan untukmu
Emak tahu sebulan hampir berlalu
Bahwa betapa bosan pagimu
Saat menu yang kau nikmati tiada pernah ganti
Karena sawah bapakmu kini telah kehilangan padi

Satria
Nanti sepulang sekolah
Akan emak ceritakan kepadamu
Mengapa bapak belum mampu
Mengganti sarapan dengan
Roti bakar yang diselimuti margarin dan coklat
Di setiap pagi-pagimu
Dan sepiring nasi berdaun ubi serta semangkuk sambal terasi
Menanti setiap siangmu

Satria
Tapi sekarang kau harus dulu tahu
Bahwa sepotong singkong
Rebusan emakmu ini
Adalah hasil kebun kita
Dari tanah terjajah
Dari tanah lematang yang dialiri banyak darah
Dari tanah penguasa-penguasa pongah
Dari tanah pengusaha-pengusaha rakus serakah
Dari tanah sawah berubah tambang batubara
Dari tanah sejarah empat mata dan pahit lidah

Satria
Emak dan Bapak tak mungkin kekal
Janganlah hidupmu menjadi seorang bengal
Semoga ini menjadi sebuah bekal
Jadikanlah mulutmu sebagai akal
Untuk menerima dan memakan sesuatu yang disebut halal

Pagarsari, September 2010

Bertha CecilIa (30): Ibu satu anak ini sejak SMP sudah menulis baik puisi, cerpen dan diary. kegiatan menulisnya terhenti setelah menikah, kini kembali menulis dan bergiat di Komunitas Sastra Lembah Serelo Lahat.

Selasa, 21 September 2010

3 PUISI YUDISTIO ISMANTO

LOMBA TIDUR
Di Negeri Yang Bertanah Subur
Petani Banyak Nggak Bisa Nandur
Akibat Pupuk Di Pasar Kabur

Tetangga Menyebut Kami
Negeri Ubur-Ubur
Dianggap Bau Kencur
Dimana Para Tentara Berotot Kendur
Karena Cuma Makan Bubur

Di Negeri Yang Katanya Makmur
Keadilan Digalikan Kubur
Pidato Penguasa Ngawur
Legislatif Pada Ngukur Kasur
Ikuti Lomba Tidur Mendengkur

pagarsari, agustus 2010

Talang Banten

sekal padat penghunimu
tukang becak, pengasong, sopir angkot, kuli angkut, kuli bangunan,pemulung, tukang koran, tukang jamu, dan berbagai disiplin ilmu buruh penghasil peluh lainnya subur tumbuh di tubuhmu
wajahmu menggambarkan ketegaran kepejuangan meniti letih
di gerbong kontrakan bersiap angkat khaki
menanti peluit petugas kereta api

suara merdu dinantikan saat musim pesta demokrasi
kekumuhan dijual oleh calon mempelai
keangkeran wajah ditutup oleh lembar-lembaran palsu
kepalan tangan digelitik oleh sepotong baju
peluh disapu buaian rindu politik penghulu
derap langkah tersandung segepok kotoran janji

ketika tembok-tembok yang kokoh dan sombong berdiri menghadang
apakah ia akan mengurung dirimu dari kebebasan diatas tanahmu sendiri
jangan-jangan kereta yang lewat itu
tidak sudi lagi melihat tubuh lusuh dan wajah angkermu

atau mereka yang mendirikan tembok itu sengaja menghindarkan engkau
dari debu-debu yang dikirim kereta tak bersalju

kwuuuung....janggujus...janggaujussss.......

september 2010

MULUT
mulutku bukan mulutmu
mulutku ngomong karena mulutmu berbohong
mulutmu lari mendengar mulutku bernyanyi
mulutmu sembunyi di balik meja atas nama bangsa
mulutku menggelandang di jalan raya
mulutmu penuh ditumbuhi lumut
mulutku hanya makan rumput
mulutmu tak pernah kenyang
mulutku mengerang kelaparan

mulutmu bukan mulutku
mulutku mengeluarkan bau sampah
mulutmu menebar wangi bunga
mulutku penuh sumpah serapah
mulutmu memangsa apapun jua

mulutku tak kenal takut
mulutmu selalu kecut
mulutmu hanya untuk membungkam mulutku
mulutmu bukan harimaumu
tapi harimauku ada dimulutmu
ia kan merobek rongga-rongga kepalsuan mulutmu

September 2010