Selasa, 28 Desember 2010

KABAYAN JEUNG ALARM CALANA DALAM

SI KABAYAN JEUNG ALARM CALANA DALAM

Jajang R Kawentar

Si Kabayan maen Facebook jeung si Jajang babaturan waktu kuliah di perguruan tinggi pertanian jurusan ngangon entog jeung ngangon onta. Kira-kira kumaha tah percakapannya.

Tiba tiba si Kabayan muncul fotonya di gigireun dinding online FB. Waktu Si Jajang keur bete-bete bener. Langsung wae si Jajang nyamber mengklik foto si Kabayan, ketak-ketik saeutik. maklum geus lila teu panggih.

Jajang:
Kabayan kumaha damang

Kabayan:
Alhamdullillah damang..
kumaha didinya?

Jajang:
Sae Alhamdulilah, nuju dimana kang

Kabayan:
Masih buburuh di jakarta jang...

Jajang:
Hehehe sami wae atuh kang, simkuring mah di leuweung komo euy! jauh kaditu kadieu alah aduh ieung...
hehehe...

Kabayan:
Enak malah bisa menikmati alam...
pendudukna teu mata duitan... didieumah sagala ku duit

Jajang:
Asal tahan be, urang nu tahan atanapi leuweung nu ngalawan...

Kabayan:
Ari jeung alam mah asal urangna mau mengikuti siklus alam nya pasti hirup bisa seimbang..

Jajang:
heueuh... hehe... itu teori pelajaran kuliah sigana euy. keur paceklik, loba maling

Kabayan:
Tah eta nu matak riweuh mah..
dilembur teh sok serba salah... imah dipager jadi omong... teu dipager teu aman..

Jajang:
Ieu unggal peuting kudu hudang... nungguan bisi aya maling... rek digawe kaganggu

Kabayan:
Ngingu anjing we atuh atawa soang...

Jajang:
Iya keur neangan soang... lamun ngingu anjing barudak siueneun, jeung geuleuheun...

Kabayan:
Atawa kamu pasang CC TV.... hehehe

Jajang:
Hahaha ...
Padahal barang di imah teh teu sabaraha... tapi teuing euy. Alergi jeung maling teh
Teu ngeunah jadi omomgan batur..
nu dimaling calana dalam ... hehe

Kabayan:
Wah etamah maling jang sarat atuh..
Celana Dalam (cd) awewe atawa nu kamu?

Jajang:
Sabenerna mah meureun lain maling keur biaya sapopoe tapi dasar usil be hehe

Kabayan:
Etamah sakit jiwa... biasana kelainan sex

Jajang:
Hahaha ... simaling teh kolektor celana dalam meureun ...

Kabayan:
Pake tanda tangan atuh cd na ngarah malingna atoheun...hahaha

Jajang:
Iyalah ... keun. sigana maling nyaho lamun saya teh pelukis oge kitunya...

Kabayan:
Enya sugan we suatu saat cd na bisa dilelang...

Jajang:
Engke pas cd itu dipamer di jemuran pasti aya tanda tangan saya...

Kabayan:
Dibatik atuh atawa dilukis cd na kan rada artistik... jadi gampang nyiriana.

Jajang:
Wah ide bagus itu... jadi lain daripada yang lain, siiip.. hehe
tapi bisa bahaya, pasti maling ngincer cd saya bae... perlu keamanan ekstra euy..

Kabayan:
Kan cdna dipasangan alarm jadi mun aya nu ngambil teh langsung disada...

Jajang:
Hahaha ... masa alaremna buka pasang, kumaha lamun cd na dipake

Kabayan:
Milu nyantol, kan jiga bawa hp
Lamun ngaganjel makena di luar kawas superman...

Jajang:
Kumaha lamun di pake disada terus... berabe kitumah

Kabayan:
Kan pake remote...

Jajang:
Ah jiga piriweuhwun euy...

Kabayan:
Lamun cd aya nu maling... remotna tinggal dipencet lambang koncina. engke dijamin cdna moal bisa dicopot sa umur hirup bari jeung disada terus...
kabayang teu..? hahaha...

Jajang:
Pasti aya celah maling teh rek nyokot remotna euy... riweuh tah mun kitu...

Kabayan:
Hahaha ..
kawas mobil wae nya...

Jajang:
Pas kabeneran remotna di paling, cd keur dipake, disada terus.... untung lamun di imah, kumaha lamun keur di kondangan... alah lieur tah

Kabayan:
Hahaha ...

Jajang:
Keheula euy, siga aya nu rek maling cd saya...

-TAMAT-

Senin, 27 Desember 2010

TAIKUCING AKADEMI SASTRA PALEMBANG






TAI KUCING AKADEMI SASTRA PALEMBANG [ASAP]!
Oleh Jajang R Kawentar
“Selamat, telah dibantu Alex Noerdin uang sebesar 5 juta. Semoga Persoalan kito ke depan dapat terselesaikan. Amin.”
Demikian isi SMS masuk ke handphone saya pada 03:36pm tanggal 10 Februari 2008, dari nomor orang yang tidak saya kenal, pada saat Akademi Sastra Palembang [ASAP] yang saya bina mendapat bantuan uang pembinaan dari H. Alex Noerdin sebelum beliau menjadi Gubernur pada tahun 2008. Begitupun judul dari tilisan ini merupakan rentetan SMS yang membombardir ke HP saya. Sengaja SMS ini saya simpan sebagai peluru dalam membangun kesenian yang saya yakini.
Saya berpikir, tidak ada seorangpun ataupun lembaga yang perduli dengan kegiatan yang dilakukan [ASAP] saat itu, dan keputusan kami menerima uang pembinaan dari H. Alex Noerdin merupakan penghargaan atas segala yang telah kami lakukan dalam menggairahkan sastra di Palembang. Terus terang memang pada saat itu kami butuh dana untuk membuat rekaman musikalisasi puisi yang sedang digarap oleh Pinasti S Zuhri dan kawan-kawan Salva Band. Kami juga butuh dana untuk penerbitan buku kumpulan puisi dan cerpen dari anggota kami, seperti Dahlia, Pinasti, Anton Bae, Duhita Arimbi, Pipit Hendra dan ada beberapa puisi dari Efvhan Fajrulah, cerpen Arpan Rahman dan puisi penyair gunung Syamsu Indra Usman.
Ketika kami hendak menerima uang pembinaan dari H. Alex Noerdin tersebut terjadi tarik ulur, karena barangkali ada kepentingan politis yang sedang bergolak saat itu. beberapa kawan ada yang melarang kami menerimanya dan kawan yang lain meminta kami untuk menerimanya. Akan tetapi menurut saya kesenian tidak memandang politis, kami tetap berkarya dan tidak bergantung pada tatanan politis. Namun siapapun yang berniat membantu dalam pengembangan kesenian tentu ini lebih baik daripada memiliki kesan keperdulian terhadap kesenian tetapi hanya wacana dan wacana saja. Oleh karenanya dana pembinaan itu kami terima dan Pinasti S Zuhri menerima langsung pada acara pemberiannya tersebut. Kamipun mengucapkan terimakasih, semoga ke depan kami mendapatkan yang lebih banyak lagi.
Saya meyakini pemimpin yang baik, yang memiliki visi ke depan, pasti menyertakan kesenian dalam pembangunan masyarakatnya. Seperti juga bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia raya. Sebab kesenian adalah refleksi dari bangunlah jiwanya, sebagai bagian dari pembangunan rasa nasionalisme. Apabila rasa nasionalisme itu luntur, bisajadi diakibatkan karena nilai-nilai seni dan budaya lokal yang berakar, kemungkinan tidak dijaga dan tidak terawat. Sudah bisa dipastikan karena tidak ada peran dari masyarakat juga pemerintah sebagai penyelenggara negara memeliharanya.
Dan kepala daerah merupakan bagian dari ujung tombak pembangunan jiwa masyarakat dalam hal ini adalah seni budaya dan agamanya.
[ASAP] yang Perlu Ruang
Kegiatan yang kami lakukan memang tidak begitu spektakuler atau menjadi fenomenal. Akan tetapi paling tidak [ASAP] telah mencatatkan sebuah ruang dalam sejarah kesusatraan di Palembang yang mungkin ada beberapa orang yang sekarang sudah dikenal seperti Anton Bae, Pinasti S Zuhri, Dahlia, Pipit Hendra, Duhita Arimbi, dan Soufie Retorika. Setiap hari Sabtu sore kami berkumpul membaca, menulis puisi dan membedahnya.
Ruang gerak kegiatan kami diantara Jalan Semangka sebagai markas, Kambang Iwak dan Meuseum Badaruddin. Kambang Iwak merupakan tempat favorit kami dalam melakukan pertemuan, menggelar baca puisi, cerpen atau bedah karya. Sesekali kita juga bermimpi menyelenggarakan kegiatan sastra yang bisa dinikmati pengunjung Plaza Kambang Iwak. Saat itu Kambang Iwak tidak ada orang jualan. Kami pernah memiliki keinginan bahwa Kambang Iwak menjadi ruang publik untuk menikmati pertunjukan sastra atau teater. Hal ini bukan tidak mungkin, karena ruang yang ada sangat memungkinkan untuk kegiatan semacam gelar baca puisi, baca cerpen, sastra tutur, lounching buku, atau pertunjukan teater terbuka.
Namun harapan itu masih terus tersimpan, karena persoalan hidup yang selalu pluktuatif, serta mencari tempat yang menguntungkan bagi kehidupan itu. Kini [ASAP] itu menyebar, meruang, dibeberapa kota tetapi paling tidak ada sebuah sejarah yang melingkupi dalam perjalanan kesusastraan yang dilaluinya. Sehingga kini barangkali bagi para pelakunya tidak bisa dielakan, atas kehadiran [ASAP] tersebut.
Ada beberapa orang yang seringkali hadir atau pernah hadir dalam kegiatan diskusi atau bedah karya yang digelar [ASAP] seperti Rifan Nazip, Rendi Fadilah, Purhendi, Ahmad Muhaimin, Arpan Rahman, Efvhan Fajrulah, Nurahman, Taufik Wijaya, Anwar Putra Bayu, Agus Hernawan, Acep Zamzam Noor, Raudal Tanjung Banua, Sutan Iwan Soekri dan beberapa orang lainnya yang tidak tersebutkan.
Anugrah itu Diharapkan
Ternyata Penghargaan dari H. Alex Noerdin sebagai gubernur kini begitu dinantikan oleh para penggiat atau pelaku seni. Terbukti dari beberapa orang yang menerima dan yang tidak menerima itu seringkali kami dengar semacam gerutuan. Bagi yang merasa layak menerima lalu tidak mendapatkannya maka ada saja semacam prolog wajah sejarah orang yang menerima itu. Sepertinya terkesan apabila ada orang yang menerima penghargaan atas kerja kerasnya itu kawan kita tidak terima. Tetapi apabila kawan kita yang layak menerima penghargaan dan dia tidak mendapatkannya juga mendapat celaan, dan prolog wajah sejarah orang itupun kembali berkumandang.
Saya berharap kebijakan atau kebiasaan baik memberikan anugrah atau penghargaan atau apapun namanya ini, juga diikuti oleh kepala pemerintah yang ada di daerah. Guna menggairahkan kesenian di daerah dalam skup yang lebih kecil. Karena berkesenian itu akan tumbuh baik apabila semangat berkarya itu terus tumbuh, serta dengan adanya pengakuan atau penghargaan tersebut maka rasa percaya diri sipenerima penghargaan tersebut semakin terjaga. Dengan harapan bagi siapapun teruslah berkarya dan berkarya, bergiat menjalani profesi sebagai penyelaras kehidupan. Menghibur atau mencerahkan pemikiran masyarakat atau para pejabat dengan seni serta memelihara tradisi yang ada, supaya citra dari Sumatera Selatan khususnya dan terkhusus berbagai suku serta bahasa yang terdapat di pelosok tetap lestari.
Perbedaan atau keanekaragaman itu harus dijaga sebagai kekayaan dari wilayah Sumatera Selatan. Bagaimana menumbuhkan kebanggaan kepada masyarakat bahwa berbeda itu bukan sesuatu yang buruk, karena seperti yang sering kita dengar dari bahasa saja, sepertinya bahasa Palembang lebih mendominasi dan menghegemoni bahasa lain. Hal ini bisa kita cermati seperti di daerah-daerah terutama para remaja, yang menggunakan bahasa itu.
Tidak hanya bahasa, bahkan berbagai bentuk seni dari pusat kota menjadi dominan digandrungi remaja. Sementara seni tradisi atau budaya daerahnya sendiri ditinggalkannya karena memandang seni yang terdapat di daerah sendiri dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Bukan malah sebagai kebanggaan, karena memiliki seni tradisi yang berbeda menandakan adanya proses sebuah peradaban manusia yang relatif tinggi di daerah tersebut.
Bagaimana pemimpin daerah bisa menjadi tauladan dalam mencintai seni budaya daerahnya sendiri dan memulai bekerja mengembangkan atau merevitalisasi berbagai bentuk seni tradisi daerahnya supaya kepribadian dan jatidiri sebuah daerah itu tetap terjaga. Karena diyakini bahwa seni budaya dan seni tradisi tercipta dari kearifan lokal.
jajang r kawentar

Priangan
priangan itu masih di ujung lidah
lidah yang pahit, si pahit lidah
terucapkan dalam dada, terhalang samudra
sebab sangkuriang masih mencintai ibunya
sebab padjadjaran kan sulit dikejar
dan sang prabu siliwangi yakin selalu menanti

di tanah sriwijaya telah kuhirup juga
darah yang mengalir adalah priangan
kemanapun melangkah masih dilontarkan dalam lagu
tak dapat berbagi
inilah patriot pajajaran mempersunting putri sriwijaya
suling kacapi cianjuranpun dikumandangkan dalam upacara
hingga mengeja liku sungai
dan di sini para bandit mencium dengkul
mengendus bau darah sang prabu yang mengalir di jantungnya jalan hidupku
Pagarsari, Lahat 2010


ANTARA LEMBANG PAGARSARI

antara lembang antara pagarsari
antara udara pagi antara petani
antara rindunya bukit-bukit antara hijaunya wajah dusun
antara kenangan dan pesona antara luka-luka dan nganga
antara curam jurang antara rumah sewaan
antara tuan tanah antara tuan rumah
antara uang antara kebutuhan
antara sempit antara peluang
antara ingatan tumbuh antara menyusun tubuh
antara aku berada antara aku di situ
Pagarsari, Lahat 2010

Senin, 13 Desember 2010

SASTRA LEMATANG ITU BERHEMBUS DARI LEMBAH SERELO






SASTRA LEMATANG ITU BERHEMBUS DARI LEMBAH SERELO
Oleh Jajang R Kawentar
Komunitas Sastra Lembah Serelo [KSLS] berada di puncak bukit Desa Pagarsari Kabupaten Lahat. Dibangun sekitar tiga tahun lalu, dimana [KSLS] ini masih kesinambungan dengan Akademi Sastra Palembang [ASAP] yang berdiri pada tahun 2005 dan [ASAP] sendiri kelanjutan dari Sanggar Air Seni [SAS] Palembang yang telah menerbitkan Antologi Puisi Catatan yang Hilang karya Anton Bae, Buku Peler Negriku, antologi Puisi Martil, antologi Puisi Silat Lidah karya Jajang R Kawentar dan antologi puisi bersama Sahabat Datang dengan Cinta karya Siswa SMA Pusri Palembang.
Anggota aktif [ASAP] Dahlia, Arimbi, Pinasti S Zuhri, Anton Bae, Pipit Hendra, dan Soufie Retorika. Beberapa orang yang juga aktif dalam aktifitas ASAP sebut saja; Handayani; Rendi Fadilah, Nurahman; Purhendi; beberapa penyair tamu: Acep Zamzam Noor, Raudal Tanjung Banua, T. Wijaya, Iwan Soekri Munaf, Efvhan Fajrullah, Bambang Suroboyo (pelukis), Ilham Khoiri (wartawan Kompas). Buku yang telah diterbitkan [ASAP] Purnama di Jembatan Ampera karya Pinasti S Zuhri, Antologi Puisi 1001 Tukang Becak Mengejarku karya Taufik Wijaya, Buku Di Balik Itu Ada Juga yang Luka karya Ocop Akar dan yang belum sempat dibukukan adalah puisi karya Syamsu Indra Usman.
Sering kali kegiatan dilakukan di Kambang Iwak Palembang sebelum berubah menjadi plaza seperti saat ini. [ASAP] masih di Palembang dan kepulannya bersama saya menjadi Komunitas Sastra Lembah Serelo di sebuah desa pinggiran yang berada di Kabupaten Lahat. Lama mencari orang yang ingin bergabung belajar mengenai sastra. Kemudian Pinasti S Zuhri dari Palembang menyusul kembali bergiat di [KSLS].
Sesungguhnya Kabupaten Lahat kaya akan sastra tuturnya, namun saat ini sastra tutur itu mengalah karena sudah banyak siaran televisi yang menggantikan ceritera sastra tutur yang biasa dituturkan penuturnya. Generasi sastra tutur itu juga sudah sulit ditemukan. Hanya gitar tunggal masih bisa dinikmati pada acara tertentu, itupun jarang. Apalagi para penulis puisi boleh dibilang tidak ada, kecuali menulis karena kebutuhan tugas atau lomba saja hal ini dikatakan ketua Dewan Kesenian Lahat, Ismeth Inonu.
[KSLS] didirikan bukan semata karena tidak adanya generasi penyair atau sastrawan akan tetapi karena keprihatinan akan seni budaya daerah atau seni tradisi yang kian tak lagi digeluti, karena faktor perubahan zaman. Setidaknya kami bisa mengungkap sejarah atau ceritera, seperti pepatah, pantun, atau silsilah puyang, aktifitas kesenian masa lampau dan selebihnya kalu ade jeme Lahat yang mau diajak menuju jalan yang benar (belajar sastra).
[KSLS] memiliki program utamanya menggairahkan kehidupan sastra daerah, cenderung mengangkat tema-tema lokal, menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ungkapnya, cerita rakyat, dan mendokumentasikan bahasa lahat, pepatah bari dan menelusuri peninggalan seni budaya daerah. Kegiatan rutinnya berupa diskusi berbagai persoalan aktual atau bedah karya.
Selain itu [KSLS] melakukan program penerbitan, buku yang sudah diterbitkannya Antologi Puisi Bujang Bedengkang yang berisikan puisi berbahasa Lematang dengan bahasa Indonesia, karya Yudistio Ismanto, Pinasti S Zuhri dan Jajang R Kawentar. Sementara buku lain yang siap diterbitkan antologi puisi bahasa Lematang Kekibang karya Yudistio Ismanto, Antologi puisi Perampok Lembah Serelo karya Jajang R Kawentar dan Antologi cerpen Anak Kapak karya Pinasti S Zuhri.
[KSLS] tidak hanya mencipta puisi tetapi menyelenggarakan kegiatan seperti pertunjukan, Melukis Bersama dan Parade Puisi, Ngamen Puisi Wiji Thukul di beberapa sudut kota Lahat, dan baca puisi dalam rangka pengumpulan dana untuk korban Merapi dan Mentawai. Kami juga akan menyelenggarakan seminar bahasa daerah dalam membangun kareakter generasi muda. Kami yakin bahasa daerah akan menumbuhkan rasa nasionalism dan kecintaan terhadap seni budayanya.
Sebagai warga Kabupaten Lahat dan warga Indonesia yang belajar sejarah dan budaya, maka kami harus mengangkat dan mengembangkan seni budaya daerah dimana kaki dipijak dan langit dijunjung ini. Harapannya masyarakat yang tidak pernah menulis sejarah kebudayaannya maka sejak [KSLS] bergerak maka masyarakat akan memulai menulis. Hal ini kami sebut dari tradisi lisan beralih ke tradisi tulisan. Dengan demikian terjadilah perubahan mendasar dalam cara pandang masyarakat terhadap sejarah, nilai intelektual atau nilai sebuah karya. Mungkin ini adalah lebay, tetapi ini adalah mimpi yang selama ini kami pupuk, dan kami selalu berdoa dan tuhan mengabulkan doa kami ini.