Selamat Datang di Komunitas Sastra Lembah Bukit Serelo Tempat yang nyaman untuk berdiskusi, berkarya dan pentas, apalagi sambil ngopi asli kopi Lahat. Mantap!!! Lanjut...
PORNOGRAFI, PORNOAKSI TAK PERNAH MATI
Jajang R Kawentar
Pornografi, pornoaksi bukan kebiasaan orang Barat saja, orang Timur khususnya orang Jawa memiliki bukti sejarah pornografi yang terukir pada relief kaki Candi Borobudur yang sebelumnya tertutup tanah namanya Kamadatu. Mengapa Kamadatu terletak di kaki Candi?: yang mengandung arti bahwa aktifitas porno itu merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar, penting, akan tetapi porno itu merupakan kegiatan yang tersembunyi, karena dipandang masyarakat adat, agama, aktifitas itu memiliki nilai yang rendah atau paling bawah. Mungkin untuk hal-hal yang porno harus sembunyi-sembunyi, sehingga tidak mengganggu penglihatan dan pendengaran orang lain.
Relief Kamadatu itu tidak dikatakan porno, padahal ada beberapa yang menggambarkan adegan orang bersenggama, serta gambaran perselingkuhan di sana. Apakah ketika memandang relief itu membangkitan nafsu birahi? Alat kelamin laki-laki dan perempuan (lingga dan yoni) merupakan lambang kesuburan. Kita tahu bahwa Candi Borobudur merupakan rumah suci bagi agama Budha.
Pornografi itu salah satu warisan budaya nenek moyang kita, yang bagi sebagian masyarakat kita menolak warisan ini, karena dianggap merusak moral generasi muda. Bahkan ada yang memberontak secara radikal tak lagi memperhatikan etika dan budaya kita, yang katanya suka bermusyawarah dan bergotong royong. Sepertinya hukum dan rambu-rambu negara telah terkoyak, tak berdaya.
Kalau kita mau jujur pornografi dialami oleh segala lapisan masyarakat, atas menegah, dan bawah. Porno itu kerap dibenci, dan seringkali dirindu. Tidak sedikit orang yang mencari kekayaan dan berujung hanya untuk kegiatan pornografi atau pornoaksi. Makanya pornografi itu tidak akan pernah mati. Pornografi itu telah lahir ribuan tahun lalu. Dengan demikian kita dapat menilai bahwa pada prinsipnya tingkah laku manusia modern tidak jauh berbeda dengan manusia primitif.
Pornografi, pornoaksi itu tabu. Bagaimana memecah sesuatu yang tabu? Tabu karena tidak tahu dan tidak memahami permasalahan yang ditabukan. Mungkinkah tulisan ini dengan penulisnya dan pembacanya merupakan persekongkolan yang porno? Akan tetapi jelasnya nilai-nilai pornografi, pornoaksi pada masyarakat terus bergeser dan akan terus bergeser. Dulu membicarakan masalah BH, celana dalam, kondom dan seks itu sudah porno (baca tabu). Namun ada pergeseran yang di akibatkan ilmu pengetahuan, bahwa umpamanya pendidikan seks itu harus sejak dini, karena alasan-alasan tertentu yang telah dibuktikan oleh prilaku anak-anak remaja dan orang dewasa saat ini yang menyimpang dan sebagainya, maka masalah seks dan tetek bengeknya menjadi wajar diperbincangkan, bahkan dalam forum umum yang legal. Misal dengan rubrik seksologi yang terdapat di koran-koran, majalah, tabloid, buku, radio dan di layar kaca, yang membahas umpamanya bagaimana melakukan seks yang baik dan sebagainya itu?
Nilai pornografi berbeda antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Di sebagian pedesaan, masyarakat masih mandi bersama di sungai hanya menggunakan telasan, pakai celana dalam saja bahkan tak mengenakan apa-apa. Di perkotaan seringkali kita melihat perempuan yang mengenakan rok mini, baju ketat, transparan, kelihatan belahan dada, dan kelihatan pusar. Semua ini tergantung dari kebiasaan atau perkembangan budaya disuatu daerah tersebut dan perkembangannya mengalir begitu saja, diiringi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi serta perkembangan seni (baca: seni sastra, musik, teater, tari/ dance, film, fotografi, lukis, patung, craft dan seni bangunan.).
Mengenai definisi pornografi dan pornoaksi itu sendiri sangat relatif. Setiap kelompok, setiap daerah, setiap orang, memiliki pengertian yang berbeda tentang pornografi. Apakah hanya gambar yang bergerak atau gambar tidak bergerak yang disebarkan dengan sengaja guna menimbulkan nafsu syahwat atau nafsu birahi saja, yang dinamakan pornografi. Bagaimana kalau pornografi itu digunakan untuk kepentingan pribadi, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Apakah akan berubah atau mengubah pengertiannya? Apakah hanya karena disfungsi pornografi sehingga menjadi tabu dan terlarang?
Di dalam pornografi tersebut terkandung pornoaksi. Pornografi dan pornoaksi yang bagaimana, dan di mana yang terlarang? Apakah di tempat senam, di pusat kebugaran, di kolam renang, di kamar mandi, di kamar tidur, di ruang pamer, di ruang studio, di gedung teater, di tepi jalan, di tepi pantai, di sungai, atau menjadi berita di TV, koran, majalah, tabloid dan sebagainya? Bagaimana dengan daerah-daerah tertentu yang kita anggap mengumbar pornografi atau pornoaksi, akan tetapi hal tersebut merupakan sebuah tradisi. Sesungguhnya pornonya sesuatu itu tergantung kepada diri kita sendiri, yang diklarifikasikan dengan norma, etika, tradisi dan agama.
Kita tidak bisa menyamaratakan kehendak dalam mencapai tujuan. Seringkali kita reaksioner terhadap gejala yang sesungguhnya kita telah masuk dalam majemen konflik yang diciptakan oleh sebuah perusahaan atau lembaga. Ini tentu akan lebih menguntungkan fihak lembaga atau perusahaan itu. Karena mereka tidak lagi harus banyak mengeluarkan dana untuk promosi. Dengan konflik yang telah terjadi tidak sedikit yang mengeksposnya, baik koran, tv, majalah, radio dan media yang lainnya tanpa harus membayar biaya promosi.
Dalam seni tidak mengenal istilah porno, karena pekerja seni (seniman) menilai keindahan, kebebasan berekspresi dan estetika dari sisi persepsi pribadi sebagai manusia. Tetapi jangan tanyakan tentang porno ini menurut agama, karena sudah jelas. Apalagi menurut agama Islam, bagi perempuan yang kelihatan selembar rambutnya itu sudah porno, haram hukumnya, karena rambut bagian dari aurat. Bahkan ada sebagian perempuan umat Islam yang menutup seluruh anggota tubuhnya dengan kain.
Pornografi dan pornoaksi itu tidak akan pernah mati, kecuali Tuhan yang menghendakinya. Porno itu akan selalu hadir dan mengalir sekitar kita, mungkin secara tidak sadar salah satu pelakunya adalah kita. Untuk itu dalam mengatasi pornografi dan pornoaksi ini harus berawal pada diri kita sendiri karena setiap manusia sesungguhnya memiliki naluri porno tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Urunan Kata