Lampung Post Online
Lampung Post
Terbit sejak 10 Agustus 1974
Info
Profil Perusahaan
Cari Berita
Minggu, 5 Oktober 2008
SENI BUDAYA
Sajak Jajang R. Kawentar
Panen Malapetaka
kami berlari ke bukit mencari semak-semak
namun semua telah dibakar tamakmu
kulihat semak-semak kini pada hatimu
kulihat abu dan arangnya ada pada matamu
kami temui puing-puing perjuangan petani di tepi hutan dan ladang
kami temui jejak tapak kaki mereka berlari ke pasar koorporasi
lahan mereka impas diganyang gunung globalisasi
lahan mereka dirampok dan diperkosa pasar
para petani kini bersembunyi ke sudut-sudut kota
di lembah-lembah sampah di lorong-lorong tikus
menanam bibit angan-angannya kembali
dengan sisa tenaga dan semangat agrarisnya yang dikerdilkan buah sistem
bercocok tanam bunga-bunga bank
hati terbakar lembaran uang
mata pencarian menjadi mata uang menutup matanya
kini musim paceklik dan menculik hak kawan dikibarkan
sebab musim tanam telah tiada
musim panen malapetakalah tiba
Lahat, 2008
--------
Buruh Tani Melarikan Diri
batang-batang bebaris polisi pamong praja
cangkul sengkuit menjadi jeruji besi di kantor polisi
petani berperang melawan hama wereng
tanah tidak lagi mau kompromi dengan bibit
tuan tanah menaikkan harga sewa dari satu ke dua pikul
harga-harga hidup semakin menjalar pada tingkah laku
pada pakaian dan penampilan
pekerjaan pokok ditinggalkan dengan lelah
menyisir pabrik-pabrik menawarkan otot
menyisir jalanan dan gang-gang kota hingga tong-tong kosong
lahan kian gersang terbakar angan-angan
alang-alang disertai angin subur
daun tajam menembus awan bunga bermekaran
tidak ada lagi untuk ganjal perut kecuali melarikan diri
mungkin di kerumunan orang ada harapan
mungkin semudah harapan pada kerumunan orang
hutan belantara menawarkan sengsara
hasil ladang dan sawah hanya ketegangan
makan hati dan tulang sum-sum
keluarga terlantar di tengah kebun kopi dan di ladang padi
setapak demi setepak mengepak tenaga melarikan diri
gunung dan bukit mengajak berlari
sungai dan tebat mengajak berlari
yang dikejar secarik kapital
yang dikejar di bursa saham
perut dipikirkan kepala kelaparan dibiarkan
tidak kepalang tidak ada urusan
modal telah habis dimakan zaman
melarikan diri pilihan tanpa bekal dikepal kepala
petani diam dalam pelarian
memikul dagu sepanjangan
sepanjang jalan memanjangkan angan
langit mendung pegunungan
langit biru perkotaan
petani berlari memandang langit
tanah kelahiran diceraikan
air dan angin teguh pada janji
menanti kembali melarikan diri
melarikan diri kembali menanti diri
Lahat, 2007
-------
Pengembaraan di Belantara Keperawananku
perawanku pecah disinari bulan empat belas lalu
angin dari Gunung Dempo dan Merapi menyelimuti
engkau bercerita kejayaan Sriwijaya dan mengaku sebagai Prabu Siliwangi
engkau memang laki-laki gagah saat itu
aku ingat Parangtritis debur ombaknya menyentuh kemaluanku
pasir putih di pantai itu menjadi hatiku dan masa depanku
darah ini adalah harta yang kau pinjam dari mimpi-mimpi kecilku
cintamu kau untai untuk membayar luka dari kelaki-lakianmu
serta senjata yang kau todongkan pada kewanitaanku
perawan mana tak tunduk pada tulusnya perlindungan yang teguh dan belaian kesatria Pajajaran o meyakinkanku meskipun bangkai busuk yang tidak pernah kucium
aku membalasmu dengan cumbu candu yang meracuniku
engkau terus meminta ke parangtritis meski telah merapat di dermaga Boom Baru
engkau menrontokkan buah dan daun-daun yang tumbuh dalam keraguanku
engkau merobohkan tiang-tiang yang ada di dada
aku pasrah sebelum berperang
aku tak kuasa pada jampi-jampi yang membuatku melayang di awan-awan
engkaulah penyebab terlambat datang bulan itu, sinarnya hanya dalam ingatanku
aku mabuk dirimu yang mabuk Lekra seperti minum ciunya Klaten
ini pengembaraan di belantara keperawananku
aku ingin melepaskan omong kosong atas kemanusiaanmu
aku ingin kesejahteraan yang kau lupakan
kau sendiri lupakan dirimu untuk yang lain
hargamu itu telah dibayar puluhan tahun lalu
kembalilah padaku, pada keperawananku
hari ini kau jelajahi sungai Musi beraroma perompak yang membawa catatan Sriwijaya
seperti kapal yang karam
engkau Parangtritis dan Prabu Siliwangi menjadi benakmu
walau Lematang dan air Karang lintasanmu
lekat perawanku bersamamu walau luka merindumu
aku ingat halaman Keraton Sultan Hamengkubuwono tempat istirahat kita
dan orang tuaku menuntun ke kediaman Sultan Mahmud Badaruddin
hingga ke kawah tengkurep tempat peristirahatannya kini
telah kau bangun cerita dan kata-kata di kotaku
dan kau berikan cindera mata bagi penduduk yang tak penah mengenalmu
kau goreskan pula tanda-tanda pada prasasti yang tak pernah mereka mengerti
seperti keperawananku denganmu
juga heningnya mengenangmu
heningnya air Musi mengutuki derasnya
aku telah tertipu dan terlanjur menyukaimu
berilah aku ketulusan dan kasih sayang dari bangunan cerita serta kata-katamu
seperti juga Lekra dan partai yang tidak pernah mati itu
perawanku pecah disinari bulan empat belas
penemuanku pertama dari luka abadi
kejahatan pada diriku sendiri melalui engkau
namun kau sepakat dengan kontrak
keperawananku abadi milikmu
Palembang, 2006
------
Kuda Troya
1.
lihatlah aku kuda
tak tanggung binal dalam cengkeraman
dirimu pasti sembunyi atau berlari-lari hilang nyali
diriku menyeringai di balik kacamata hitam tuanku
aku bangga dalam kendali
bersama tuan menari ke sana ke mari
biar duka lupa
biar beban tuan ringan
tunggangi aku jangan sungkan
aku kuda sejatimu
tak sadarkan diri siapa
rasanya sudah merdeka
padahal genggaman tuan meringkus segala
namun nafsu belaka untuk bergaya di depan semua
tidak mengira dirinya kuda
dapat malu mestinya ia
mengumpat semua melihatnya
lihatlah aku kuda
kuda raja
2.
iba berkumpul di dada
ia kuda tak dinyananya
hina dipandangnya
harga diri tiada henti diinjaknya
siapa hendak melepaskan kacamata hitam tuannya
harga merdeka mahal harganya
menjadi tunggangan tuan dirahasiakannya
kuda troya nama asalnya
tuan riang mendapatkannya
terkabul segera keinginannya
3.
tak sadarkan diri kuda
kacamata gelap dikenakan
dengan bangga sambil bergaya
pandangan satu jadi keyakinan
ditarik kiri kanan tuan punya kehendak
hendaknya sadar punya berontak
mengertilah kuda lenyap jatidirinya
waktu menunggu malu
kini bersembunyilah
kuda tak dapat berubah rupa
derap jalannya seperti tentara
pasukan seribu satu komandannya
4.
tampak segala rupa kuda
dulu dibenam dalamdalam
kini tumbuh penuh duri
duriduri dibawanya tidur dan berlari
bernyanyi tidur dalam duri
walau tetap kadang sadarkan diri
jampi-jampi tuannya sehidup semati
mengikatnya dari ujung rambut sampai ujung kaki
bahkan hatinya tak berkutik lagi
pikirnya disihir kendali
5.
tuannya serupa robot
percaya takhayul-takhayul ilmu
percaya diri titisan raja
yang ditelan tak kunyah-kunyah
yang dikunyah disembur-sembur
semua percaya dukunlah ia
kerjanya memangsa lengah
6.
kuda kena sembur
katanya inilah belajar
terimakasih belenggu
katanya inilah guru
pawang kuda troya
bisa mewujudkan mimpi-mimpi
terbiuslah ia
jadilah ia
kuda troyalah ia
7.
robot tunggang kuda
dilecut berkali-kali
tiada henti meminta lagi
Palembang, 2005
-----
Jajang R. Kawentar, lahir di Tasikmalaya 9 Oktober 1970. Lulusan fakultas seni rupa, institut seni indonesia yogyakarta, puisi, cerpen, artikel pernah dimuat di media lokal dan nasional.
Cetak Berita
Copyright © 2004 Lampung Post. All rights reserved.
In associated with Media Indonesia Online.
Comments and suggestions please email webmaster@metrotvnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Urunan Kata