Selasa, 05 Oktober 2010

PUISI DI LAMPUNG POST

Lampung Post Online



Lampung Post
Terbit sejak 10 Agustus 1974

Info
Profil Perusahaan

Cari Berita


Minggu, 5 Oktober 2008
SENI BUDAYA
Sajak Jajang R. Kawentar

Panen Malapetaka

kami berlari ke bukit mencari semak-semak

namun semua telah dibakar tamakmu

kulihat semak-semak kini pada hatimu

kulihat abu dan arangnya ada pada matamu

kami temui puing-puing perjuangan petani di tepi hutan dan ladang

kami temui jejak tapak kaki mereka berlari ke pasar koorporasi

lahan mereka impas diganyang gunung globalisasi

lahan mereka dirampok dan diperkosa pasar

para petani kini bersembunyi ke sudut-sudut kota

di lembah-lembah sampah di lorong-lorong tikus

menanam bibit angan-angannya kembali

dengan sisa tenaga dan semangat agrarisnya yang dikerdilkan buah sistem

bercocok tanam bunga-bunga bank

hati terbakar lembaran uang

mata pencarian menjadi mata uang menutup matanya

kini musim paceklik dan menculik hak kawan dikibarkan

sebab musim tanam telah tiada

musim panen malapetakalah tiba

Lahat, 2008

--------

Buruh Tani Melarikan Diri

batang-batang bebaris polisi pamong praja

cangkul sengkuit menjadi jeruji besi di kantor polisi

petani berperang melawan hama wereng

tanah tidak lagi mau kompromi dengan bibit

tuan tanah menaikkan harga sewa dari satu ke dua pikul

harga-harga hidup semakin menjalar pada tingkah laku

pada pakaian dan penampilan

pekerjaan pokok ditinggalkan dengan lelah

menyisir pabrik-pabrik menawarkan otot

menyisir jalanan dan gang-gang kota hingga tong-tong kosong

lahan kian gersang terbakar angan-angan

alang-alang disertai angin subur

daun tajam menembus awan bunga bermekaran

tidak ada lagi untuk ganjal perut kecuali melarikan diri

mungkin di kerumunan orang ada harapan

mungkin semudah harapan pada kerumunan orang

hutan belantara menawarkan sengsara

hasil ladang dan sawah hanya ketegangan

makan hati dan tulang sum-sum

keluarga terlantar di tengah kebun kopi dan di ladang padi

setapak demi setepak mengepak tenaga melarikan diri

gunung dan bukit mengajak berlari

sungai dan tebat mengajak berlari

yang dikejar secarik kapital

yang dikejar di bursa saham

perut dipikirkan kepala kelaparan dibiarkan

tidak kepalang tidak ada urusan

modal telah habis dimakan zaman

melarikan diri pilihan tanpa bekal dikepal kepala

petani diam dalam pelarian

memikul dagu sepanjangan

sepanjang jalan memanjangkan angan

langit mendung pegunungan

langit biru perkotaan

petani berlari memandang langit

tanah kelahiran diceraikan

air dan angin teguh pada janji

menanti kembali melarikan diri

melarikan diri kembali menanti diri

Lahat, 2007

-------

Pengembaraan di Belantara Keperawananku

perawanku pecah disinari bulan empat belas lalu

angin dari Gunung Dempo dan Merapi menyelimuti

engkau bercerita kejayaan Sriwijaya dan mengaku sebagai Prabu Siliwangi

engkau memang laki-laki gagah saat itu

aku ingat Parangtritis debur ombaknya menyentuh kemaluanku

pasir putih di pantai itu menjadi hatiku dan masa depanku

darah ini adalah harta yang kau pinjam dari mimpi-mimpi kecilku

cintamu kau untai untuk membayar luka dari kelaki-lakianmu

serta senjata yang kau todongkan pada kewanitaanku

perawan mana tak tunduk pada tulusnya perlindungan yang teguh dan belaian kesatria Pajajaran o meyakinkanku meskipun bangkai busuk yang tidak pernah kucium

aku membalasmu dengan cumbu candu yang meracuniku

engkau terus meminta ke parangtritis meski telah merapat di dermaga Boom Baru

engkau menrontokkan buah dan daun-daun yang tumbuh dalam keraguanku

engkau merobohkan tiang-tiang yang ada di dada

aku pasrah sebelum berperang

aku tak kuasa pada jampi-jampi yang membuatku melayang di awan-awan

engkaulah penyebab terlambat datang bulan itu, sinarnya hanya dalam ingatanku

aku mabuk dirimu yang mabuk Lekra seperti minum ciunya Klaten

ini pengembaraan di belantara keperawananku

aku ingin melepaskan omong kosong atas kemanusiaanmu

aku ingin kesejahteraan yang kau lupakan

kau sendiri lupakan dirimu untuk yang lain

hargamu itu telah dibayar puluhan tahun lalu

kembalilah padaku, pada keperawananku

hari ini kau jelajahi sungai Musi beraroma perompak yang membawa catatan Sriwijaya

seperti kapal yang karam

engkau Parangtritis dan Prabu Siliwangi menjadi benakmu

walau Lematang dan air Karang lintasanmu

lekat perawanku bersamamu walau luka merindumu

aku ingat halaman Keraton Sultan Hamengkubuwono tempat istirahat kita

dan orang tuaku menuntun ke kediaman Sultan Mahmud Badaruddin

hingga ke kawah tengkurep tempat peristirahatannya kini

telah kau bangun cerita dan kata-kata di kotaku

dan kau berikan cindera mata bagi penduduk yang tak penah mengenalmu

kau goreskan pula tanda-tanda pada prasasti yang tak pernah mereka mengerti

seperti keperawananku denganmu

juga heningnya mengenangmu

heningnya air Musi mengutuki derasnya

aku telah tertipu dan terlanjur menyukaimu

berilah aku ketulusan dan kasih sayang dari bangunan cerita serta kata-katamu

seperti juga Lekra dan partai yang tidak pernah mati itu

perawanku pecah disinari bulan empat belas

penemuanku pertama dari luka abadi

kejahatan pada diriku sendiri melalui engkau

namun kau sepakat dengan kontrak

keperawananku abadi milikmu

Palembang, 2006

------

Kuda Troya

1.

lihatlah aku kuda

tak tanggung binal dalam cengkeraman

dirimu pasti sembunyi atau berlari-lari hilang nyali

diriku menyeringai di balik kacamata hitam tuanku

aku bangga dalam kendali

bersama tuan menari ke sana ke mari

biar duka lupa

biar beban tuan ringan

tunggangi aku jangan sungkan

aku kuda sejatimu

tak sadarkan diri siapa

rasanya sudah merdeka

padahal genggaman tuan meringkus segala

namun nafsu belaka untuk bergaya di depan semua

tidak mengira dirinya kuda

dapat malu mestinya ia

mengumpat semua melihatnya

lihatlah aku kuda

kuda raja

2.

iba berkumpul di dada

ia kuda tak dinyananya

hina dipandangnya

harga diri tiada henti diinjaknya

siapa hendak melepaskan kacamata hitam tuannya

harga merdeka mahal harganya

menjadi tunggangan tuan dirahasiakannya

kuda troya nama asalnya

tuan riang mendapatkannya

terkabul segera keinginannya

3.

tak sadarkan diri kuda

kacamata gelap dikenakan

dengan bangga sambil bergaya

pandangan satu jadi keyakinan

ditarik kiri kanan tuan punya kehendak

hendaknya sadar punya berontak

mengertilah kuda lenyap jatidirinya

waktu menunggu malu

kini bersembunyilah

kuda tak dapat berubah rupa

derap jalannya seperti tentara

pasukan seribu satu komandannya

4.

tampak segala rupa kuda

dulu dibenam dalamdalam

kini tumbuh penuh duri

duriduri dibawanya tidur dan berlari

bernyanyi tidur dalam duri

walau tetap kadang sadarkan diri

jampi-jampi tuannya sehidup semati

mengikatnya dari ujung rambut sampai ujung kaki

bahkan hatinya tak berkutik lagi

pikirnya disihir kendali

5.

tuannya serupa robot

percaya takhayul-takhayul ilmu

percaya diri titisan raja

yang ditelan tak kunyah-kunyah

yang dikunyah disembur-sembur

semua percaya dukunlah ia

kerjanya memangsa lengah

6.

kuda kena sembur

katanya inilah belajar

terimakasih belenggu

katanya inilah guru

pawang kuda troya

bisa mewujudkan mimpi-mimpi

terbiuslah ia

jadilah ia

kuda troyalah ia

7.

robot tunggang kuda

dilecut berkali-kali

tiada henti meminta lagi

Palembang, 2005

-----

Jajang R. Kawentar, lahir di Tasikmalaya 9 Oktober 1970. Lulusan fakultas seni rupa, institut seni indonesia yogyakarta, puisi, cerpen, artikel pernah dimuat di media lokal dan nasional.
Cetak Berita
Copyright © 2004 Lampung Post. All rights reserved.
In associated with Media Indonesia Online.
Comments and suggestions please email webmaster@metrotvnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urunan Kata