Minggu, 08 November 2009

“EKSPEDISI” PUISI KE TEBAT SEKEDI

“EKSPEDISI” PUISI KE TEBAT SEKEDI
Oleh Jajang R Kawentar
Tebat Sekedi (Danau Sekedi) merupakan tempat yang sangat indah, cukup unik, dan masih asing bagi para pelancong, begitupun para pencinta alam. Tebat yang berada di antara bukit Larangan terletak di daerah Lintang tepatnya di dusun Sukadana Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Bukit Larangan itu sendiri merupakan perbatasan daerah Lintang dengan daerah Kikim. Salah satu tempat yang layak menjadi objek wisata alam dan cukup potensial untuk dikembangkan, di samping pembangunan daerah-daerah terisolir di sepanjang jalan menuju Tebat Sekedi.
Menurut saya cerita masyarakat tentang terjadinya Tebat Sekedi seperti dongeng khayalan. Namun secara turun temurun cerita ini terus berlanjut dengan bumbu-bumbu sedikit dan seperti halnya sebuah mitos penunggu Laut Selatan Nyi Roro Kidul. Tebat itu menjadi sakral, namun kesakralannya tidak diciptakan atau tidak diamini atau tidak dikondisikan masyarakatnya, seperti yang dilakukan masyarakat yang ada di pesisir laut Kidul dengan mengadakan upacara-upacara sajenan. Barangkali karena penduduk Sukadana dan yang menempati talang-talang atau petani penggarap kebun kopi yang tinggal menempati pondok-pondok yang berada di hutan itu beragama Islam.
Belum terdengar ada orang yang sengaja datang ke sana hanya untuk meminta pesugihan. Kalau yang datang masyarakat biasa pasti ia buruh tani, kalau pengusaha atau pedagang pasti ia akan membeli biji kopi atau membeli kebun kopi, kalau yang datang pajabat pasti ia ingin terpilih kembali dalam kedudukannya dengan mengerahkan massa, mengeluarkan sedikit dana serta sedikit bumbu mimpi supaya massa terbuai, maka masyarakat serta merta penuh mendukungnya.
Sekedi adalah nama orang pemilik atau penemu Tebat. Saya kira cerita tentang Tebat Sekedi ini pun memiliki beberapa versi. Cerita yang saya dapat sebagai berikut: Sekedi adalah seorang yang miskin, memiliki banyak hutang sehingga ia tidak lagi mampu untuk membayarnya. Untuk melunasi hutangnya itu ia rela untuk bekerja berbulan-bulan membersihkan rumput di kebun milik orang yang dihutanginya. Karena begitu luasnya kebun yang harus dibersihkannya, sehingga rumput yang telah selesai dibabatnya tumbuh rimbun kembali. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekedi selalu diganggu oleh seekor burung, “Sekedi bayar hutangmu, Sekedi bayar hutangmu, Sekedi bayar hutangmu.” Pada suatu saat Sekedi sudah tidak sabar lagi dengan ocehan burung tersebut, maka burung itu dilemparnya dengan Sengkuit (pisau rumput).
Sekedi terus mencari Sengkuit yang dilemparkannya, di sekelilling tempat Sekedi mencari Sengkuit itu air semakin banyak dan terus membesar, pada saat menemukannya, Sengkuit menancap di sela-sela bebatuan dan rupanya air keluar dari sela-sela itu. Namun Sengkuit yang ia temukan tidak lagi memiliki gagang (peganngannya). Sekedi berpikir gagang Sengkuitnya pasti habis dimakan ikan. Rupanya memang benar dalam kubangan air itu banyak ikannya. Jangan tanyakan dari mana ikan itu bermunculan dan dari mana air itu terus menggenangi tempat itu.
Sekedi berhenti bekerja merumput. Setiap hari ia mengambil ikan. Lama Sekedi tidak pulang-pulang ke dusun, yang punya kebun heran. Maka ia pergi ke kebunnya untuk mengontrol pekerjaan Sekedi. Setibanya di kebun ia kaget, karena rumputnya masih tinggi-tinggi dan banyak sekali tulang-tulang ikan. Terjadilah transaksi, kalau Sekedi mau memberitahukan darimana ikan-ikan itu didapatkan, dengan perjanjian hutangnya lunas. Dengan begitu Sekedi tidak memiliki lagi hutang. Ia tinggal di sekitar Tebat itu hingga akhir hayatnya.
Menurut cerita lain Tebat Sekedi itu memiliki empat musim pergantian warna airnya, merah, biru, kuning dan hijau. Apabila ada pendatang baru ke tempat itu selalu disambut dengan guyuran hujan. Sewaktu kami tiba ke tebat itu pukul 17.00 WIB., dan sebagian peserta ekspedisi mandi, serta berwudlu, gerimis pun turun membasahi kami hampir enam puluh menit. Warna Tebat pada saat itu kehijau-hijauan seperti banyak lumutnya. Kami semua tertegun dan mengucap, “Alhamdulillah, betapa indahnya.”
Mengenai cerita tentang tamu (pendatang baru) yang datang ke tempat itu selalu disambut dengan guyuran hujan. Ada tamu yang sejak ia datang hingga kepergiannya terus diguyur hujan yang begitu lebatnya. Namun ketika kami datang disambut hanya dengan gerimis dan hujan itu hanya sesaat saja. Entah pertanda apa ya? Kami merasa menjadi tamu istimewa, mendengar cerita tersebut.
Saya kira keindahan Tebat Sekedi tidak kalah dengan danau Batur yang ada di Bali atau Danau Ranau yang ada di Kabupaten Ogan Komring Ulu Sumatera Selatan yang berbatasan dengan provinsi Lampung. Hanya saja Tebat Sekedi tidak di sentuh oleh Dinas Pariwisata Daerah Lahat atau oleh orang-orang yang terampil dan kreatif. Tebat Sekedi diserahkan kepada alam itu sendiri untuk mengelolanya. Pagi-pagi Tebat itu menghilang, diselimuti kabut, airnya sedingin es. Di tengah-tengah Tebat ada pusaran. Apabila hari hujan jangan sekali-kali menyebrangi Tebat, atau melewati tengah-tengah Tebat. Menurut masyarakat, air di tengah-tengah Tebat sering kali berputar dan pernah terjadi kecelakaan seperti itu, orangnya ditelan pusaran tidak dapat ditemukan lagi.
Katanya kedalaman Tebat Sekedi ini lebih dalam dari Sungai Karang. Sedangkan Sungai Karang itu berada di bawah bukit kira-kira lima ratus meter. Saya kira ada hubungan antara kedalaman Tebat dengan pusaran dan sungai Karang. Kemungkinannya kedalaman Tebat itu berbentuk kerucut yang menghubungkan atau ada jalan keluar air melalui sungai Karang yang berada di bawah. Atau di tengah-tengah dasar Tebat ada rongga air yang keluar menuju ke sungai Karang. Mungkin saja sewaktu-waktu air keluar dengan deras, karena jalan keluar air yang melewati bibir Tebat tidak setara dengan kekuatan air yang bisa ditampungnya. Atau memang benar cerita masyarakat ada ular raksasa berkepala tujuh yang mendiami Tebat tersebut dan menyumbat lubang di dasar Tebat yang menghubungkan dengan Sungai Karang.
Menurut cerita ada orang menguji kedalaman Tebat dengan menaiki rakit ke tengah Tebat dan caranya menggunakan tali nilon yang di unjungnya diberikan badul timah. Dua gulungan nilon itu masih kurang, lalu mereka menyimpulkan bahwa kedalaman Tebat itu lebih dalam dari Sungai Karang. Tidak ada yang mencoba meneliti benar kedalaman itu atau mencoba menyelami dalamnya Tebat tersebut.
Perlu diketahui bahwa bukit Larangan itu terdiri dari tumpukan batu-batu, saya kira tanah yang menempel di atas tumpukan batu itu adalah humus atau daun-daun yang telah membusuk sekian ratus tahun, sehinga begitu tebalnya menutupi lapisan batu-batu. Biji-biji kopi yang tumbuh menjadi batang dan menjadi perkebunan, pada umumnya tumbuh di sela-sela batu dan tumbuh dengan subur, hijau, berbuah besar serta lebat. Kwalitasnyapun cukup baik. Saya sangat menyayangkan dengan sikap para petani yang menggunakan racun pembasmi rumput.
Di sekeliling Tebat Sekedi adalah tumpukan batu-batu. Ada kemungkinan hingga dasar Tebat pun batu-batu. Seandainya benar demikian dari mana datangnya air, mungkinkah mata air yang mancar, seperti dalam cerita terjadinya Tebat Sekedi. Saya kira di balik misteri ini Tebat Sekedi atau di sekitar Bukit Larangan memendam kekayaan alam yang lain seperti bijih emas, perak, dan bijih logam lainnya. Kami mengelilingi Tebat itu sekitar satu jam lamanya.
Di Hulu Tebat Sekedi terdapat Talang Lidah Tebat dan di Hilir ada Talang Sekedi. Dalam satu talang terdiri dari beberapa Dangau atau rumah penunggu kebun. Setiap Dangau diisi oleh satu keluarga atau beberapa petani penggarap. Mengapa disebut Lidah Tebat? Karena bentuk Tebat itu seperti lidah yang menjulur, sedangkan Talang Sekedi merupakan jalan pembuangan air yang bermuara di Sungai Karang. Seluruh penghuni Talang Sekedi buang air, mandi, mencuci dan mengambil air minum di pembuangan air Tebat tersebut. Airnya jernih. Seandainya ada pengusaha air mineral pasti air tebat Sekedi lebih baik dari air mineral yang sudah ada di pasaran. O ya!
Tantunya ada beberpa kesamaan mengenai mitos penunggu danau dengan danau yang ada di daerah Sumatera Selatan, tentang kedalamannya yang sangat, dan pusaran. Atau jangan sombong, berbicara sembarangan, menantang, ketika berkunjung ke tempat itu.
Ekspedisi Puisi ke Tebat Sekedi ini dilakukan oleh kelompok Pecinta Alam dan sekaligus sebagian anggota dari Sanggar Sastra dari sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lintang Kanan Kabupaten Lahat yang kebetulan saya sebagai pembinanya. Sebuah perjalanan yang sungguh sangat menarik dan sangat mengesankan dalam pembelajaran sastra bersama alam serta belajar mengerti, mencintai, menghargai dan menikmati lingkungan. Meskipun mereka terbiasa dengan udara yang dingin, air sungai yang dingin, suasana yang hening, namun kerjasama dalam seluruh acara yang memerlukan konsentrasi tinggi, kiranya menjadi sangat berbeda.
Saya terkadang bingung sendiri (mengapa) karena alasan seni: sastra; puisi, cerita, sepertinya menjadi begitu penting. Mau bersusah payah dengan melakukan perjalanan yang melelahkan. Secara financial kami dirugikan. Akan tetapi ada kepuasan, pengalaman yang kami raih dan tidak dapat dibayar dengan sejumlah uang. Barangkali ini salah satu petunjuk Tuhan untuk lebih dekat mengetahui kebesaranNYA. Amiin.
Ada dua puluh satu (21) siswa yang mengikuti ekspedisi ini. 10 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Kelas sepuluh atau kelas satu ada tiga orang dan kelas sebelas atau kelas dua ada delapan belas orang. Kelas dua ini terdiri dari kelas IPS dan kelas IPA. Mereka semua harus mengikuti seluruh aturan yang dibuat antara lain: doa, jangan sombong/ saling menghargai sesama, jangan berbicara sembarangan, jangan mengeluh, bekerjasama, mengikuti seluruh acara, mengikuti amanat pembina, dan apabila melanggar akan diberikan sangsi untuk meninggalkan ekspedisi. Hal ini diberlakukan supaya tidak terjadi sesuatu hal yang tidak dinginkan, baik dalam perjalanan maupun di tempat tujuan. Seluruh pengikut ekspedisi ini memiliki tugas dan keahlian masing-masing sehingga ketika di perjalanan dan di tempat tujuan tidak ada masalah.
Perjalanan ke Tebat Sekedi ditempuh dalam waktu lima jam dengan berjalan kaki. Berawal dari Sekolah SMAN 1 Lintang Kanan di Desa Muara Danau pada hari Sabtu, 4 Maret 2006, pukul 12.00 WIB. Menggunakan kendaraan hingga ke Dusun Sukadana, dimana perjalanan tidak bisa lagi menggunakan kendaraan baik roda empat maupun roda dua, kecuali dua kaki atau empat kaki. Selama itu mereka berjalan tidak menggunakan alas kaki. Hampir di sepanjang jalan itu batu-batu cukup tajam dan tanah becek serta licin. Sepatu dan sandal yang mereka pakai banyak yang jebol. Jadi mereka terpaksa mencopot alas kakinya.
Acara diawali dengan pamitan kepada kepala Desa Sukadana, yang diwakili Sekdesnya. Ada amanat jangan coba-coba untuk menantang dan berbicara sembrono baik di perjalanan menuju ke Tebat Sekedi, apalagi di Tebat Sekedinya, dan dalam perjalanan sepulangnya dari Tebat. Hal ini sangat relevan dengan perjanjian yang dibuat dalam ekspedisi. Seringkali orang yang menantang dan berbicara sembrono akan ditampakkan pada hal-hal yang gaib. Umpamanya sesat jalan atau tidak tahu jalan pulang, dan mitos-mitos lainnya yang berkembang di masyarakat Lintang; ular berkepala tujuh, ikan raksasa. Apabila bertemu dengan sesuatu yang aneh tersebut jangan banyak bicara, sebaiknya dipendam saja daripada mendapat resiko yang lebih buruk lagi. Hal itu membuat kami semakin waspada dan semakin tegas terhadap peserta ekspedisi.
Pukul 12.30 memulai angkat kaki meninggalkan dusun. Sebelum perjalanan menginjak pada sungai Karang yang merupakan satu-satunya sungai penunjuk arah ke Tebat Sekedi, kami terlebih dahulu berdoa bersama supaya dalam perjalanan mendapat lindungan Tuhan Yang Maha Esa dan pemantapan wejangan supaya setiap peserta memiliki tekad yang bulat dan bersih.
Maksud ekspedisi cukup sederhana, menikmati keindahan alam dan kami bersyukur, berdoa, menyebut Nama Allah. Disamping itu diabadikan dalam keindahan kata-kata berupa cerita, puisi, dan sketsa (gambar), serta sebagaian kami simpan di hati menjadi pengalaman yang sungguh tiada tertandingi, sebagiannya lagi pengalaman ini kami sodaqohkan lewat bincang-bincang dengan kawan.
Perjalanan ini menyebrangi sungai hingga 26 kali bahkan hingga 30 kali lebih menyebrangi sungai yang sama yaitu sungai Karang, Saya kira ini diakibatkan antara perjalanan menuju ke Tebat dan perjalanan pulang berbeda. Sesungguhnya apabila menyusuri aliran sungai ke hulu maka tidak akan terjadi menyebrangi sungai Karang hingga 26 kali, namun karena alasan air sungai tinggi tidak bisa dilalui, atau karena kami memilih jalan pintas, maka harus melewati beberapa bukit dan delta. Apabila tidak memilih jalan pintas, tentu perjalanan itu akan semakin memanjang lebih jauh dan akan memakan waktu yang lebih lama. Sungai Karang bermuara di dusun Muara Karang Kecamatan Pendopo Lintang. Suasana dan pengalaman ini menjadi sebuah inspirasi sastra bagi seluruh peserta ekspedisi. Apalagi ini adalah pengalaman yang cukup segar bagi mereka, tidak ada pengalaman yang lebih baik dari ekspedisi Puisi ke Tebat Sekedi.
Nanti akan saya lampirkan beberapa karya puisi peserta ekspedisi. Ada dua tema yang tercipta, pertama puisi tentang perjalanan menuju ke Tebat Sekedi, dan yang kedua puisi tentang keindahan Tebat Sekedi. Hal ini sesuai dengan susunan acara yang kami buat. Pada malam pertama setelah acara sholat bersama, baca surat Yassin bersama, berdoa bersama, dan setelah makan bersama, kami juga bersama-sama menulis puisi.
Perintahnya adalah setiap peserta ekspedisi wajib menuliskan puisi minimal satu buah dengan tema perjalanan menuju ke Tebat Sekedi dalam waktu tiga puluh menit dan hasilnya dikumpulkan. Setelah terkumpul, seluruh peserta duduk bersila membuat lingkaran dan puisi dibacakan satu-persatu oleh penciptanya. Pada acara pembacaan puisi peserta ekspedisi dilarang untuk tertawa atau menertawakan. Jadi mereka hanya tersenyum dikulum saja. Hanya saja setelah selesai acara tertawa mereka tak tertahankan lagi, mereka mengulangi kalimat dalam puisi yang dirasanya lucu atau kaku.
Acara selanjutnya adalah renungan suci, semua tertunduk, merenungkan diri mereka masing-masing. Merenungkan segala sesuatu yang telah mereka perbuat, mengakui segala kesalahan dan segala kekurangannya. Memohon ampun pada Tuhan, berdoa, dan bersyukur. Acara ini selesai pada pukul 24.00. WIB. Tiba waktunya istirahat. Saya melihat ada yang berubah sesaat setelah renungan suci. Ya, minimal ada yang mukanya sembap karena banyak keluar air mata.
Saya masih terus mengawasi para peserta ekspedisi hingga pukul 2 pagi. Mereka semua tertidur pulas, karena kelelahan. Ada beberapa peserta yang dalam keadaan tidur menggigil karena udara yang cukup dingin, namun mereka tidak sadar. Hanya selembar kain batik yang mereka gunakan sebagai selimut untuk perempuan dan laki-laki selembar kain sarung. Kami tidur di dangau milik petani kopi Talang Sekedi yang berukuran 3x4 meter persegi. Di Talang Sekedi terdapat dua belas dangau. Kami menempati dua dangau, satu untuk permpuan dan satu untuk laki-laki. Sebetulnya kami telah memasang dua tenda setibanya kami di Talang, berhubung hujan dan becek, akhirnya kami menumpang di dangau warga.
Di sini saya juga melihat jelas beberapa karakter peserta ekspedisi yang sebelumnya tidak saya perhatikan, ketika mereka berada di daerah jauh di Tebat Sekedi ini menjadi muncul mencolok. Ada yang sukanya berdandan, ada yang sangat perhatian dengan kawannya, ada yang lebih suka bekerja, ada yang terlihat pendiam padahal sebelumnya cukup cerewet, ada yang pelit minta ampun, ada yang tampak lebih dewasa, ada yang cuek dengan kawannya (mementingkan dirinya sendiri), ada yang manja selalu mengeluh dan malas. Namun ada kesamaannya, yaitu seluruh peserta ingin selalu diperhatikan dan mereka memiliki kemauan yang tinggi.
Pagi-pagi hari Minggu, 5 Maret 2006, pukul 8.30 WIB. Seluruh peserta ekspedisi berdiri membuat lingkaran di lapangan tempat menjemur kopi petani Talang Sekedi. Sedikit konsentrasi membayangkan atau mengingat-ingat kembali perjalanannya, segala tingkah lakunya dan seluruh kegiatannya, menghirup sejuknya udara Tebat Sekedi sekaligus bersyukur masih diberikan umur serta kekuatan.
Pukul 9.00 WIB kami mulai berangkat menuju ke Lidah Tebat yang memakan waktu 30 menit. Di Lidah Tebat, pohon cabe rawit ditanam di bawah pohon kopi. Pohon cabe itu berbuah lebat dan banyak yang masak. Di lidah Tebat inilah kita dapat menikmati keindahan Tebat dengan baik. Di sini ada beberapa batu besar. Ada juga ada sekitar lima buah Rakit milik warga, yang biasanya digunakan untuk memancing ikan, atau sebagai kendaraan menyebrangi Tebat menuju Talang Sekedi. Kegiatan di Lidah Tebat adalah seluruh peserta ekspedisi diwajibkan menggambar atau membuat sketsa Tebat Sekedi, waktunya 30 menit, setelah itu menulis puisi tentang Tebat Sekedi, dengan waktu 30 menit. Selama enam puluh menit kami menikmati suasana Tebat. Semua berdecak kagum.
Kekaguman atau keterpesonaan mereka tuangkan ke dalam karya. Mereka berkarya sendiri, karena ada peratuaran kalau ada yang dibuatkan atau meminta tolong dalam berkarya akan mendapatkan tiket pulang segera (terlebih dahulu) dengan berlari. Saya kira peraturan seperti ini penting bagi pembelajaran. Karena guna membuktikan setiap personal harus memiliki keberanian dan memaksimalkan kemampuannya. Setelah selesai ekspedisi ini mungkin mereka akan menyadari ternyata ia mampu tanpa pertolongan orang lain. Ternyata untuk bisa itu harus dipaksakan dan dibiasakan sendiri.
Dalam menggambar atau membuat sketsa Tebat, tidak semua sesuai dengan keadaannya. Namun saya melihat garis atau goresan yang sangat khas pada setiap gambar. Mereka telah berusaha menggambar semirip mungkin dengan kenyataannya tetapi perkiraan setiap peserta berbeda. Di samping itu juga para peserta mencari tempat dan sudut pandang yang berbeda. Sehingga hasilnyapun berbeda-beda. Perbedaan inilah yang kami harapkan. Begitupun dalam menulis puisi. Saya tidak mengira, kalau mereka begitu cepat menulis puisi. Dari tiga puluh menit waktu yang disediakan mungkin hanya separo waktunya. Mungkin ketika mereka sedang menggambar, mereka juga membayangkan kata-kata yang sesuai dengan pilihan atau ketertarikannya dengan tanda-tanda yang terdapat pada Tebat dan tanda-tanda yang mereka temukan di dalam pengalamannya serta dalam pengetahuannya.
Saya yakin karya yang mereka ciptakan inilah Tebat Sekedi menjadi sebuah puisi. Mereka orang pertama pencipta yang mengungkap tentang keindahan Tebat Sekedi. Apabila hal ini tidak didokumentasikan tentu menjadi kurang bermakna dan menjadi tugas kami untuk mepublikasikannya. Barangkali ada manfaat lain setelah kami terbitkan nanti menjadi sebuah buku yang berisikan puisi, cerita, dan gambar hasil dari ekspedisi ini. Tentu akan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Lintang terutama bagi para penulisnya.
Kami pulang ke Talang untuk makan siang dan bersiap-siap pulang ke dusun. Saya berpesan kepada mereka, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak sekolah pada hari Senin. Kalau terasa capek, atau hanya sakit-sakit sedikit tidak masuk sekolah. Suatu saat tidak akan ada ijin bagi mereka untuk mengikuti lagi kegiatan yang sama. Tugas selanjutnya bagi mereka adalah di rumah membuat cerita tentang perjalanannya ke Tebat Sekedi. Rencana selanjutnya karya-karya kami sebelum didokumentasikan menjadi sebuah buku, akan dibuatkan majalah dinding di sekolah. Supaya mereka yang tidak mengikuti ekspedisi ini akan ikut menikmati pula.
Pukul 12.00. WIB, kami pamitan kepada seluruh warga Talang Sekedi. Kami pulang semua senang. Kami menyimpan kenangan yang rasanya tidak mungkin untuk mengulanginya lagi. Kami merasa menjadi orang yang paling berani. Memang sebaiknya perjalanan yang jauh itu jangan dulu dibayangkan, tetapi sebainya sama-sam dirasakan. Saya mengira akan ada beberapa orang mogok di jalan. Perkiraan itu jauh meleset. Semuanya bersemangat, kami saling mengingatkan untuk tidak mengeluh, rasa letih cukup untuk dinikmati. Karena kalau mengeluh tentu kita tidak akan sampai pada tujuan kita.
Akhirnya kami sampai dengan selamat pada pukul 17.30. WIB. Kami semua letih tetapi kami bergembira, tidak ada murung. Kami telah berhasil, tidak disangka ternyata kami cukup tangguh juga. Senyum selalu menghiasi bibir di sepanjang jalan pulang. Capek tapi senang. Kami selalu bercerita pengalaman yang menggelitik, hiburan gratis.
Esoknya cerita pengalaman dikumpul. Kami merencanakan pembuatan Mading pada hari berikutnya. Kami senang karena kami bisa berbagi pengalaman dengan kawan-kawan, meskipun hanya dengan puisi, cerita, dan gambar-gambar yang menurut penciptanya sangat jelek. Akan tetapi bagi yang menontonnya cukup baik dan gambar itu sendiri mampu menceritakan tentang keadaan di Tebat Sekedi.
Di sini akan ditampilkan karya-karya puisi yang mewakili peserta ekspedisi sesuai dengan selera saya. Pertama tentang Perjalanan menuju ke Tebat Sekedi.
Perjalanan, karya Bambang Irawan, Kelas 2 IPS2; Kurasakan langkahku/ kunikmati perjalananku/ demi tugasku/ kutetap maju// kumendaki bukit tinggi/ bermacam talang ku lewati/ sungai Karang begitu jernih/ menunjukkan arah ke Tebat Sekedi.
Mendaki, karya Bambang Irawan (Kelas 2 IPS2); kopi mulai dipanen/ talang baru berisi/ perasaan sangat berani/ untuk melihat Danau Sekedi// jadi orang tidak ada arti/ isi alam tak dinikmati/ walau naik mendaki/ tunjukkan diri untuk mendaki.
Pecinta Alam, karya Agustamin, kelas 2 IPA: Angin bersiul menusuk batinku/ kuberayun terbang melayang/ di atas satuan embun mengalir/ badan berapi dicekik nirwana/ berdayung melawan air Karang/ menanti sebuah keajaiban// sekawanan prajurit SMA/ berkeinginan menembus cakrawala/ jalan yang baik jadi tumpuan/ tebing larangan kami susuri/ batang alam kami temukan/ kekompakan dibunyikan// ceria hutan bergulir-gulir/ sampai di talang ditelan awan/ kami ksatria pecinta alam.
Pengembara Danau Sekedi, karya Ajudin Sumari, kelas 1 D.,: Aku berjalan menuju Danau Sekedi/ berjalan tanpa alas kaki/ dan menuju jarak 5 jam/ menyusuri sungai yang indah// diperjalanan aku senang sekali/ tiba-tiba mendengar deru dan guruh/ hatiku tetap gembira/ oh Tuhan tabahkan hati hambamu/ aku meneruskan langkahku/ mencari pengetahuan/ dan ilmu yang berguna/ bagiku dan kawan-kawan.
Jalanku Impianku, karya Yokin, kelas 2 IPS2: kaki bergetar saat melangkah/ menahan haus dahaga yang terkira/ kami berjalan seakan tanpa arah/ hingga berteduh di alam semesta// waktu berjalan banyak rintangan/ air karang menjadi teman/ disaat berjalan datang tantangan/ apapun itu tak kupikirkan// hanya denyut nadi yang mengalir/ mendaki bukit sebrangi air/ tatkala impianku melawan berpikir/ seakan jalan yng tnpa akhir// walaupun tempatmu jauh/ apapun caranya akan kami tempuh/ hanya waktu terus berlalu/ mengelus dada menusuk kalbu.
Lanhkahku, karya Exsa Feriani, kelas 2 IPS1: Aku berjalan selangkah demi selangkah/ menyusuri bebatuan dan kerikil tajam/ kuayunkan kaki dengan penuh harapan/ matahari seolah memberi petunjuk/ kicauan binatang memberikan semangat dan harapan/ seolah mereka menyambut langkahku.
Kerisauan Hati, karya Exsa Feriani, kelas 2 IPS1: Tajamnya kerikil menusuk kulit telapak kaki/ derasnya air Karang mendinginkan kakiku yang kemerahan/ keringat yang mengalir di sudut-sudut tubuhku/ bibir terdiam/ hati terus bertanya kapan/ aku temukan tujuan kapan/ kapan.
Sepanjang Jalanku, karya Yuni Fitria Andesta, kelas 2 IPS2: Sepanjang jalan bukit yang tinggi/ berulang kali melintasi air Karang/ sepanjang jalan keringatku tercecer// siapa melihat?/ jangan bicara tanpa pakta/ sepanjang jalan bukit yang tinggi/ dihadang ranting yang kering/ dihadang rumput yang panjang.
Jalan-jalan, karya Safrizal, kelas 2 IPS1: hari ini hari sabtu/ aku berjalan-jalan/ ke suatu tempat/ sungguh aku merasa sedih/ aku juga merasa senang/ melihat sungguh indah pemandangan/ pemandangan di tempat ini.
Mencapai Impian, karya Pauza Tuladha, kelas 2 IPS1: kami berjalan mengikuti air Karang/ tanpa alas kaki/ demi mencapai impian/ bunyi burung yang berkicau/ kami mendengarnya terasa haru/ sepertinya dia jauh kami datang.
Gurah (Goyang), karya Munawir Sazali, kelas 2 IPA: Aku Senang/ datang ke tempat rintanganjeramba menggoyangkan, aku kaku/ aku seang/ aku tidak tahu badanku lelah/ sungai mengajariku ke tempat tujuan/ aku senang/ penomena alam mengajakku singgah/ sejenak aku bertanya pada alam/ aku senang/ alam dan sungai mengingatkanku masalalu/ berpikir ke belakang tahun/ tampil dalam renunganku/ aku senang/ di mana aku yankin sesuatu/ keadaan akan berubah setiap waktu.
Selanjutnya akan ditampilkan karya-karya puisi yang mewakili peserta ekspedisi tentang keindahan alam Tebat Sekedi.
Tebat Sekedi, karya Puspitasari, kelas 1 C.: oh teman-teman/ betapa senang dan riang/ di saat berjalan menuju Tebat Sekedi/ canda tawa/ semua menghiasi wajah kita// namun dalam hati/ berkata kapan sampai/ untuk bermain di Talang Sekedi/ kebun kopi// terik sinar matahari kami tahankan/ lecak banyak kami injak/ asalkan sampai/ tujuan bukit Larangan.
Danau Sekedi, karya Yupintri, kelas 2 IPA: Aku melamun sejenak/ memandangi arah ke arah/ semuanya terasa indanh/ di sini aku berpikir dengan kesadaranku/ di danau ini berpikir secara panjang/ angin bertiup kencang/ menghapuskan pikiran burukku// oh danau Sekedi/ kau begitu menghibur hati yang luka/ kau memberi kedamaian di hatiku.
Keindahan Danau, karya Windika, kelas 2 IPS1: saat kaki mendaki bukit/ saat tubuh menghembuskan nafas yang lemah/ semangat teguh menemani/ hembusan angin menerpa tubuh yang bercucuran keringat/ udara begitu sejuk dirasakan/ keindahan danau kunikmati.
Tebat Sekedi, karya Linda Mariana, kelas 2 IPS2: Pancaran matahari seakan muncul dari balik semak-semak/ menyinari Tebat Sekedi yang membentang luas// Angin bertiup seakan membawa berita/ burung berkicau merdu seakan bernyanyi di Tebat Sekedi.
Danau Sekedi, karya Yangyang, kelas 2 IPS2: Danau Sekedi terbentang menghiasi alam/ dihiasi perbukitan/ pohon yang rindang jadi pandangan/ danau yang panjang jadi idaman/ sungai berliku jadi hambatan/ mendaki bukit jadi pengalaman/ susah dan senang menembus hayalan/ keinginan untuk berjalan-jalan/ pandangan menjadi hayalan/ perjalanan menjadi panutan/ melintas alam menjadi kesukaan/ untuk mencari rahasia alam.
Tuangan Hati, karya Agustamin, kelas 2 IPA: Nyanyian burung memekik hening/ desiran angin melebur batin/ jalan setapak kami lalui/ rumput-rumput bertepuk tali// dayungan kaki tiada terhenti/ menuju tempat terapi/ siang dan malam kami lalui/ canda tawa jadi ganti// keindahan alam tanpa kedipan/ akan menjadi sebuah hayatan/ kertas putih kami kotori/ dituang dalam sebuah puisi.
Aku dan Teman, karya Munawir Sazali, kelas 2 IPA: Udara sejuk merasuki tubuhku/ getaran tubuhku berdesir disetiap bagian/ kami datang ke tempat takl terbayangkan/ kicau burung pepohonan yang rindang/ menyambut kedatangan// oh ya Tebat Sekedi kata orang-orang/ sejenak aku melayang dari ragaku/ berpatroli di sekitar alam/ senyum Tebat yang manis menyambut kedatangan/ ya inilah aku// sesuatu yang belum kami lihat/ sekarang semua bersahabat dengan kami/ haruskah kami bersedih/ kami tak perlu sedih sesuatu sudah didapat/ kami kembali ke tempat yang membosankan.
Tebat Sekedi, karya Tina Dwita, kelas 2 IPA: Angin bersujud di pelupuk mata/ Tebat Sekedi berhati tenang/ memutar makna perjalanan/ dalam melepas nafas virusku/ yang tertanam di teluk kalbumu// kini doaku yang lumpuh/ air Sekedi saling memburu/ deras hujan bagai peluru/ melontarkan arti untuk bersatu/ demi menghancurkan hati yang membatu// jiwa berdesir/ roh tergelincir/ diujung petir/ pasti tersingkir// kaki dalam ikatan laksana ketan/ tak termakan dalam kehidupan.
Ekspedisi Puisi ke Tebat Sekedi hanya permaian belaka, dan kesenangan. Hasilnya hanya biasa-biasa saja. Hanya yang terpenting adalah pengalaman bagaimana menuliskan sesuatu yang mereka rasakan dan mereka pikirkan serta pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh sebelum disatukan dalam satu ramuan. Lalu mereka dapat meramunya sendiri dan akan menentukan seleranya sendiri. Salam!

INI LUKISANMU: Mengenang Pelukis Palembang Umar Halim

INI LUKISANMU

:Umar Halim

1.

banyu musi menjadi keemasan

membanjiri setiap goresanmu

berpadu hijau dalam semangatmu

dan masa lalu kelabu mengharubiru setiap modelmu.

telah kau hembuskan roh

pada ubun-ubun kuas dan warnawarnimu

yang kau setubuhi imajinasi

di selembar kain tak berdosa

hingga diri maniak sampai jinak



arsir merah dan emas songket

kau rajut dengan keluguanmu

garis keluguan itu mengajarimu menjadi ingatanku

dalam hidup sempitnya ruang keindahan

yang kau perjuangkan memakan usia

hingga pemilik hidup memintamu



2.

telah kau lucuti lencana kota sriwijaya

di tubuh besar dari keranjingan duniamu

meski dihisap pecundang karyamu

namun dirimu menyusu teteknya

semua menjadi patung yang kau lukis

menyambung kain fantasimu

orang-orang menyampah keberadaan

di balik lukisan



3.

kini berpameran

lukisan kau pajang

di perut bumi milik Tuhan


Dewan Kesenian Palembang, 21032005



LAHAT (I)

Bunga kopi bertaburan sepanjang jalan menciumi hidung

Bau rerumputan perawan, dedaunan merdeka

Dan aroma tanah suci memboikot angin

Menghantar orang kota menemukan cintanya

Bersenggama dengan dewa angin dan air

Inilah Lahat pujaan

Impian yang hendak kau singgahi

Siang malam tersenyum alammu manja

Kini akan kucumbu setiap waktu


Lahat, Maret 2005




BERLAYAR

Berlayar dari hilir Musi

melewati selat sunda

menghitung jejak Sriwijaya

Berbagi nasi petani Blitang

dan tulang ayam kampung Kayuagung

dengan ikan yang keroncongan



Kami air rawa bertemu laut

sebab Musi bersenggama bahan kimia

Namun airmu mengaliri sungai yang terhimpit kulit

menjadi daging

menjadi nahkhoda kapal layar

Beranjak menemui sahabat berbeda kepala di muara

Lampung, 3 Januari 2005




KAMU LUPA

Ucapkan salam itu kepadamu

Dan aku menjawabnya tak henti

Di mana dirimu

Kamu lupa
Sei Selincah, Maret 2005

BIBIR KETEMU BIBIR

BIBIR KETEMU BIBIR

Catatan Penghargaan Seni DKSS dan WS. Rendra

Oleh Jajang R Kawentar

Pembacaan puisi WS. Rendra dalam acara penganugrahan penghargaan seni Dewan Kessenian Sumatera Selatan (DKSS) terhadap pekerja seni yang dianggap telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia kesenian di Sumatera Selatan diakhiri adengan bibir ketemu bibir (ciuman). Adegan itu dilakukan Rendra kepada Ken Zuraida, di atas panggung saat duet suami istri itu baca puisi. Pembacaan puisi itu disaksikan ratusan penonton yang kebanyakan awam. Adegan akhir inilah yang melekat di benak penonton awam. Esensi puisi yang dibawakannya lenyap terhapus oleh adegan tabu, yang sering dilakukan orang se-Palembang anget di balik dinding, kini telah pecah. Meskipun Rendra melakukan ciuman itu dengan istrinya sendiri, namun publik melihat dengan mata terbelalak meperhatikan dengan seksama, mulai Rendra menyodorkan bibirnya perlahan mendekat dan istrinya juga ikut mendekat. Saat-saat bibir ketemu bibir, penonton begitu tegang. Orang-orang yang tadinya riuh rendah, sejenak bisu, sepi, seperti di balik dinding. Apakah si Burung Merak itu akan benar-benar akan beradu bibir atau sebelum sampai di rem terlebih dahulu. Ternyata tepuk tangan riuh penonton disambut lagi dengan senyum gembira menerima adegan ‘horor’ itu. Dulu hal itu tabu dilakukan di muka umum sekarang ditrima dengan baik oleh berbagai lapisan masyarakat dan berbagai tingkatan umur. Ada wakil Gubernur, ada beberapa pemuka adat dan tokoh budaya, guru, pekerja seni, siswa-siswi SMA, SMP dan umum lainnya.

Anak-anak SMA dan SMP agak sedikit histeris, entah sebagai tanda apa. Barangkali sebagai tanda keriangan mereka, keharuan, atau kekerasan. (Kekerasan terhadap norma yang selama ini di jaga dan dipertahankan oleh masyarakat Adat). Saya kira prilaku pekerja seni ini sangat dahsyat untuk di tiru oleh masyarakat umum, dan kini sebuah tirani telah gugur oleh seorang guru, seorang tokoh budaya yang cukup kokoh pada sebuah negri. Pertanda lampu hijau telah menyala bagi para pemuja kemerdekaan, terutama para remaja untuk melakukan hal yang sama di muka umum. Ini adalah kekhawatiran dan pertanda perkembangan perilaku. Mencium bibir di muka umum menjadi hal yang lumrah bagi pemuda-pemudi dusun. Saya yakin adegan bibir ketemu bibir itu sebuah ungkapan dramatik dari puisi, tidak dimaksudkan untuk menotori citra Adat masyarakat Sumatera Selatan. Namun saya juga yakin penonton adegan bibir ketemu bibir dari beberapa etnik, atau dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Selatan. Sehingga hal ini sedikit banyak akan diserap sampai ke tempat mereka tinggal dan sedikit banyaknya mereka akan bercerita pada lingkugannya.

Fenomena bibir ketemu bibir ini akan lebih dahsyat ketimbang film esek-esek Indonesia atau film forno (Blue Film) yang ditonton di balik dinding dengan kalangan terbatas. Karena adegan dalam pembacaan puisi Rendra ini dinikmati dengan mata telanjang penonton dan yang melakukannya adalah seorang yang menjadi publik figur.

Adegan Bibir-ketemu bibir hal yang sudah biasa (tidak aneh) dilakukan oleh orang-orang metropolitan. Namun bagi orang-orang dusun itu hal yang luar biasa. Fenomena ini bisa kita nikmati di tempat-tempat tertentu di Palembang. Umpamanya, di taman Kambang Iwak, Benteng Kuto Besak dan sekitarnya, Puntikayu, namun tidak sefulgar yang di lakukan WS. Rendra di panggung Graha Budaya Sumatera Selatan yang baru diserahterimakan.

Bagi pekerja seni barangkali pertujukan tersebut hanyalah pertunjukan yang syarat dengan estetika, atau apalah namanya. Barangkali menjadi suatu kebanggaan, bahwa pekerja seni boleh melakukan apa saja atas nama estetika. Lalu bagaimana dengan norma-norma Adat yang dibangun oleh nenek moyang Sumatera Selatan dulu kala? Susah payah membangun dan mempertahankannya, tiba-tiba hancur hanya karena sesaat.

Saya kira WS. Rendra mestinya menjelaskan apa yang dilakukannya di atas panggung itu kepada masyarakat penonton pada saat itu. Sehingga interpretasi penonton tidak miring atau forno. Pada umumnya memang sebuah pertunjukan atau karya seni yang baik itu katanya harus memiliki multi tafsir. Penulis merupakan salah satu orang awam yang menolak adegan tersebut dilakukan di atas panggung Graha Budaya Sumatera Selatan. Saya tidak mengerti dengan wakil Gubernur, beberapa pemuka adat dan tokoh budaya, yang hadir pada saat itu. Sepertinya mereka mengamini adegan bibir ketemu bibir tersebut sebagai sesuatu yang layak untuk dipertontonkan dikhalayak masyarakat Sumatera Selatan. Salam Budaya!
Desember 2004

Sabtu, 24 Oktober 2009

PUISI SMA NEGERI 1 LINTANG KANAN KABUPATEN EMPAT LAWANG SUMATERA SELATAN

PUISI
SMA NEGERI 1 LINTANG KANAN
KABUPATEN EMPAT LAWANG SUMATERA SELATAN





Puspita Sari
X. C

KEHIDUPANKU

Sampai sekarang aku hidup
Masih bisa aku rasakan
Indahnya alam

Ku susuri jalan bertepian
Penuh harapan penantian
Dan keinginan,
Begitu banyak rintangan demi rintangan
Cobaan demi cobaan yang selalu mendera umatMu

Dan didalam perjalanan
Yang begitu panjang
Ku susuri, dengan bersetapak
Semuanya kulewati,

Begitu pula dalam kehidupan
Ku didalam menggali
Dan menuntut ilmu

Ku telah hidup seperti
Anjing jalanan
Yang selalu menggonggong disaat kelaparan

Mengharapkan belai kasihan
Agar aku diberikan
Makan dan tempat tinggal.





AIR LINTANG

Air lintang
Kususuri jalan
Dengan bersetapak
Menuju air lintang

Dengan menggoyangkan
Kaki dan tangan
Air yang begitu besar
Air penuh serba kegunaan
Dengan mengalir begitu panjang

Air yang bisa digunakan
Untuk hidup tempat ikan
Dan untuk membeersihkan badan
Dan mencuci pakaian.







Een Rikardo
XI IPS 1
OCEHAN

Manis gula batu biji selasih
Rakyat teriak kau tak peduli
Semua tergerak
Rupiah bertindak
Oceh kau berjanji
Diam kau korupsi
Setan golonganmu kawan
Kau bukan saudara kami.

Lesung Batu, 14.10.2005


Een Rikardo
XI IPS 1

DENDAM

Dalam kehampaan hidup kita bisu
Termenung adalam kata
Namun naluri menjerit
Kita dihajar dan dilempar
Oleh kemajuan zaman
Bau busuk omong kosong kawan
Buat kita buta
Dan percaya begitu muda
Mereka bodoh
Aku akan lawan dan berjuang
Hari ini
Generasiku nanti
Lesung Batu, 12.10.2005

KITA MENANG

Kala setan berlari
Nafsu terkendali
Perut tak berisi
Berkobar badan
Dibawah terik sang surya
Setan bergantungan
Namun tak berdaya
Lapar, haus
Tertahan niat tadi malam
Hilang tak terasa
Allahuakbar……….
Allahuakbar……….
Kita menang.

Lesung Batu, 15.10.2005


Een Rikardo

SEKOLAH

Pergi pagi isi usus
Ubi rebus aku berangkat
Menuju hutan
Melewati Muara Luang
Bersahabat teriakan air lintang
Dan senyuman gadis malang
Duduk terharu diatas singgasana putih
Setia terbangkanku tiap pagi
Itulah aku
Tuntut ilmu tiada jemu
Demi masa depanku
Lesung Batu, 8.8.2005


Darwan Esmedi
XI IPA

SURATAN ILAHI

Nuansa pagi semarak permai
Sang surya menyingsing keemasan
Berhamburan terhampar luas
Burung-burung berkicau
Kupu-kupu menari dimahkota mawar
Sisa hujan singgah didedaunan

Hendak aku berpijak
Menelusuri jejak pulau bahagia
Pulau penuh kasih sayang
Ku gayu rakit rapuh
Ruwet, tak perawan
Ombak liar menerjang karang
Karang hanya pasrah
Rakit terguncang
Jiwaku tergoyang
Berkutik tak mampu
Bertahan sejenak tak kuasa.

Ah, apa guna kussesali
Kalau sudah suratan dari Nya
Terjadi, terjadilah sudah
Aku…
Hanyalah nahkoda tak berdaya

Lintang, 10.10.2005



PUTIH

Putih,
Kau sungguh putih
Putih kafan tak seputihmu
Segores tinta hitam
Bernyali mencoretimu
Sebilah sembilu
Menusuk, mengiris
Kau hanya tersenyum
Tetap putih tak patah

Tipu muslihat setan
Jadi identitas insan
Sarapan tak kenyang

Semua ini,
Kau hadapi berlapang dada
Ketulusan naluri
Senjata handal bagimu
Demi menginjak mahligai indah

Lintang, 10.10.2005

SIA-SIA
Dulu aku madu kini engkau empedu
Dulu aku susu kini engkau tuba
Dulu engkau melarat kini engkau hebat
Semoga,
Kau jaya
Jayalah selamanya
Hingga jadi penghuni surga
Lintang, 11.10.2005


Darwan Esmedi
XI IPA


DI BALIK SUNGAI LINTANG

Kau berjalan dimuara selatan
Membawa sampah tiada berkas
Kau merasuk dinadiku
Kau terjang keringat basi
Hingga ke ulu hati
Sungai Lintang………
Pergilah ke muaramu
Hanyutkan fiktif belaka
Selusuri jejakmu
Jejak jahil di kediamanmu
Sungai Lintang……
Kau kuasa punahkan noda
Kau mampu membawa malapetaka

Lintang, 20.10.2005


KAKU

Kata emas tak tertuang
Kata karut tiada terbuang
Rasa haru hanya terpendam
Arus zaman berjalan
Mampir di bahari
Hendak ke surgawi
Haluan mahligai panjang
Mahligai indah terbayangg-bayang
Mendekap ke sisi wayang
Menepis gosip
Tak kuasa
Angin nakal tak usai bergelut
Bebek tua berdansa
Langit semarak tersenyum
Orang beertahta berkata-kata
Tapi……
Aku tak berkutik
Lintang, 17.10.2005


KRISMON

Honda lewat tanpa bekal
Minyak mengalir tersendat-sendat
Rupiah beredar di tangan majikan
Majikan tiada peduli bangsa
Harta benda rakyat
Keringat asam menganak sungai

Tangis bayi
Rintihan rakyat jelata
Pelajar putus sekolah
Penghuni kendaraan ditrotoar
Pengangguran hal sewajarnya
Jeritan rakyat,
Kelaparan………
Kematian………
Kehausan………
Haus tak ada habisnya
Gelandangan bergulat
Nasi basi taruhannya
Rakyat melarat, sekarat
Ya, Tuhan…….
Apakah selamanya begini ?

Lintang, 13.10.2005


AYAH

Kau kenakan seragam
Cangkul tua dipundak
Melangkah ke semak-ssemak
Hutan lebat
Penuh duri-duri jahil
Hari ke hari mencari nafkah
Pagi sore jadwal rutinmu
Tak pandang lelah
Banting tulang
Peras tenaga
Motivasi tak retak
Tetap tersenyum manis

Keringat asam meluap
Semburan lumpur silih berganti
Mentari membakar jasad
Berjuang tanpa pamrih, penuh nyali
Demi mencecap sebutir nasi
Buah hati anak istri
Besar gunung tak sebesar jasamu, ayah.

Lintang, 15.10.2005


ALASAN MENULIS:

1. Untuk melestarikan dan mengharumkan nama SMAN I Lintang Kanan
2. Terciptanya puisi-puisi ini berdasarkan kehidupan pengarang




Agus Tamin
XI IPA

BANGKITLAH ACEH

Keceriaan tertumpahkan
Laut menghalau
Hutan terkikiskan
Rumah bertabrakan
Ribuan orang termakan alam
Kota tempat tumpuan
Asma Allah dilontarkan
Keterpurukan jadi pilihan


MIMPI

Malam panjang yang indah
Cerita malam dipaparkan
Dikala jauh disana
Situ mengejar
Antara ruyuh dan desahan
Tanda baik atau buruk
Banting tulang tiada keringat
Mimpi buruk meneteskan
Desah bibir bercucuran
Betis mendayung
Kapal karam
Jatuh di atas tikar



BANGUN TENGAH PUASA

Kentongan bertepukan
Situ berbangunan
Makan di bawah sinar
Tai mata jadi mainan
Kala imsak memanggil
Sendok berhenti menari
Melihat penunjuk bertepatan
Menanti azan dilontarkan
Nafsu syetan berbauran
Bibir dijahit hati
Pipa telinga sumbat
Mata ditutup awan
Hati tergerakkan
Tangan menjulur
Mata menyorot
Sedekah jadi tumpuan


JALAN KEHIDUPAN

Sembilan bulan daku ditahan
Nyawa bunda pertaruhkan
Keringat jadi saksi
Kebahagiaan terenggut
Kertas putih tak bernoda
Meninggalkan bunda
Belahan tangannya
Tiada daku rasakan
Setiap mahluk
Merasakan kodrat alam
Kehidupan ditinggalkan
Kenegri balik papan


KEMARAU BERKEPANJANGAN

Bukit dan gunung bersedih melintang berjajar
Ladang-ladang berhamburan kehausan
Padang ilalang sumbang di bawah nirwana
Cekatan cahaya mengelpar kenikmatan
Dulu hutan semangat dan ceria
Kini perlahan dimakan mata dunia
Sungai yang dulu bertitian gemercikan
Kini amblas ditelan keretakan
Lihatlah kawan
Petani mengeliat mandi keringat
Detik-detik beterbangan tak terlepaskan
Buah harapan jatuh tertumpahkan
Tangisan bumi selalu dinantikan
Selimut langit semangat alam

ALASAN SAYA MEMBUAT PUISI :
Karena saya ingin menuangkan sebuah pemikiran yang terpendamm dan terus saya gali agar menjadi sebuah hal yang sangat bermanfaat bagi saya, dengan puisi saya bisa menyatakan perasaan sedih, senang dalam hati saya.





Arif AB
XI IPA

TAULADAN LASKAR SEKUTU

Gelak tawa…….
Tegur sapa…….
Warnai kebisingan suasana cerita
Siswi-siswi SMA Lintang Kanan

Lenggang…..
Sunyi…….
Sepi……..
Ikutan hadir suasana suka duka
Biar alamku lanjut usia
Untuk SMA ku tetaplah jaya

Tak lupa……
Terima kasih buat bagindaBeserta menteri-menteri
Kerajaan sekolahku
Senantiasa menggendong,
Menyuapi nasi panas dalam panci

Hingga kini
Mutu prajuritmu
Tauladan laskar sekutu
Dalam derap nyali negeri.

Babatan, 362004



TAS HIJAUKU NAN MUNGIL
Pagi dan sinar mentari
Beriringan mengiringi
Dingin sisa hembusaan
angin malam
bersama smangat bajaku
kujinjing tas hijauku nan mungil
kupakai seragam kebesaranku
aku melangkah menuju sekolah nan muda
di sela hentakan langkah
terselip senyuman dinginku
canda, tawa sobat
mengikis lelah kaki dan kaki

babatan VII, 1832005


INIKAH TUHAN
Kau berbaut
Kau pakai oli
Inikah adanya Tuhan
Kau lucu
Mainan anak-anak
Di pasar kau ada
Apa ini juga adanya Tuhan
Kau berkuasa kau bertahta
Apakah Tuhan
Aku tak tahu
Apa itu Tuhan
Mungkin mesin, boneka juga raja

Ah, kayak enggak tahu aja!

Babatan, 1 jan 2005


CINTA

Cinta tak memberi apa-apa
Kecuali keseluruhan dirinya, utuh
Pun tidak mengambil apa-apa
Kecuali dari dirinya sendiri
Cinta tidak memiliki atau dimiliki
karena cinta telah cukup untuk cinta
Pabila kau mencintai jangan berkata
“Tuhan ada dalam hatiku”
tapi sebaiknya engkau merasa
“aku berada di dalam Tuhan”
pun jangan mengira, bahwa kau
dapat menentukan arah cinta
karena cinta
pabila kau telah dipilihnya
akan menentukan perjalanan hidupmu


JIKA ENGKAU
jika engkau angin
bertiuplah ke segenap penjuru
lintasi bukit-bukitsempatkan pandangi diriku
jika engkau ombak
bekejarlah berdebur memburu
di atas langit turuti hasratku
jika engkau kota perdengarkanlah lagu-lagu ceria
dari jantungmu
bergayutan pucuk-pucuk antena
jika engkau menara
kibarkan panji-panji pesona
dari kembaranmu
aku Cuma mengharap
smoga!
Keagungan SMA Lintang Kanan terjaga


SEGAYUNG DUNIO LINTANG

Ayo lari kawan
Dunio Lintang jadi Texas
Menjadi Jakrta nomor 2
Menjadi penghuni manusia hebat
Kebejatan kesesatan
Kemaksiatan dan kebangsatan
Dalam segayung dunio Lintang

2 siang, 23102005

ALASAN MENULIS PUISI:
Karena berkarya sastra merupakan bagian dari hobi saya termasuk puisi.





Tina Dwita
XI IPA

SERENG

Sereng
Bersemen, berbatu, berpasir
Lambat kau bawa sesara
Kau.
Bagian nyawa, dan
Tak mampu melajukan sesara busuk
Jadi palang terempang
Sereng………
Kereng matamu,
Nemak pegasianku
Buntu belanga dan
Bubos morongku

Sereng……
Nyawamu,
Memberi penjelasan
Berkomunikasi, mencari metode langkaku

Sereng………
Aku bangga dan menang
Lamak nemakku
Jujur – Peel
Nyembol – mopotku

Ada padamu
Sereng
Terima kasih



ASAK BAMBAP

Modal betunaan
Dangau, sebua kanco
Kawo sebidang buyu pula
Nak di kerawati
Alang ke banggonyo

Batang sebatang katek bua
Tidak berumbi
Makan angen tak bertai
Dompet asoi segalo buntu
Paras kumal rambut berkutu
Udara terisap cerutu
Umpan mati dulu
22-10-2005


KEMARAU PADA AIR LINTANG

Lihat………
Sungai lintang dulu deras
Kini tampak kecil dan mulai susut
Tumbuhan yang mulanya hijau dan lebat
Kini mulai layu dan meranggas mupus
Dan coba lihat itu
Betapa tanah akan semakin membelah
Karna sungai lintang pepohonan hidup
Oh hujan
Kapankah turun kembali
Agar subur alam ini
Supaya petani dak paya lagi
25-10-05


BE UMO
Berilah aku keberuntungan
Tana siang dan biji kopi pilian
Kideng besak, samo puntong

Berilah aku keberuntungan
Uang pembeli pupuk dan racun
Hujan menyabu tanah air

Bila waktunya kopi ku putir
Bongkotnya kukaja
Nikmatmu kugali

Terima kasih Tuhan
Atas rahmatmu
25-10-05


ALAPNYA AKAP
Setitik embun membasahi
Kuntum anggrek ku layaknya
Bidadari mandi di sungai suci
Segar harum semerbak mengedar di bawa ceeri

Ku isap, udara
Kusedot anggrek itu
Angka renonya akap itu

Matahari yang ungu bersinar
Angin semilir
Layak menyentu helai rambutku
Kelepak kelelawar menggurangi
Semarak petang itu
25-10-05


LINTANG KANAN BERSUMPA
Lintang kanan bersumpa
Berderet nyawa membentang
Kau berdiri sebagai organisme
Dan kau melahirkan bebeerapa sistem organ
Serta jaringan sel
Lintang kanan bersumpa
Kau berpangkal dari
Muara pinang damai
Nalo lamru yang kekeringan
Lubuk tapak kesempitan
Nalo lamo sebagai dompet

Lintang kanan bersumpa
Kau tali panjang terus bersambung
Muara danau kebanjiran
Babatan keramaian
Lesung batu dambaan

Lintang kanan bersumpa
Kau akan sanabung panjang
Muara keban peeraduan ijot
Sampai talang tetew, menuju
Batang kesam hinggga pucuk ayek nibong
Tanjung alam keributan
Rantau ati bergali-gali
Rantau kasaii ssaudara kembar ali
Lubuk cik kebuntuan
Karantanding belagak galo
Nibung tempat pengaduan
Umo jati aku mati
Malam Selasa, 25-10-05


LESUNG BATU BERBIDADARI

Pancaran mentari
Mewarnai hari-hari
Jadi segar dan berseri
Ku nikmati
Air sereng mengalir
Hamparan tanaman subur
Udara sejuk nan menawan
Alangkah renonya
Menyaksikanlesung batu bidadari
Asri sepanjanng hari
Oh gustti
Tidak rela aku lesung batu disakiti
Oleh ampa dan polusi
Aku akan menemaninya sepanjang waktu



ALASAN PEMBUATAN PUISI :
Alasan karna puisi

1. hobi menulis
2. penghibur diri dan pembaca
3. menuangkan seluru isi kehidupanku
4. menjadi sebua pengalaman tentang suka duka
5. dapat diambil suatu makna yang dapat meroba kebiasaan hidup


ingin menjadi pencipta yang seutuhnya dan menjadi sastrawati




PRATA LA
IPS I





MOTTO KITO

Jemonyo hulu balang
Tiap hari di gelanggang
Keluargo tersingkirkan
Bando terlelang
Semboyan tiba tercelah mtto kito
nedo mati muno jadilah



BANDUNG LIJANG

Menghujani nafsu
Menyatu aliran darahku
Kenyak tak sudah merindi
Denyut nadi
Teratai di hati



HONDA HAUS SEKOLAH PUTUS

Honda lewan hutan
Menjerit muatan ruang
Mogok tengah jalan
Mengancam tikungan tajam
Ekonomi tengah sawah
Bapak petani tua
Bensin manjat rupiah
Prata putus sekolah



IBU

Mengandung, melahirkan dan membesarkan
Meninggalkan kami
Meninggalkan si tolol ini
Kenapa si ma ko pergi?
Aku sendiri
Tanpamu aku sepi
Si tolol tak berarti
Manis senyummu
Atok wajahmu dalam aliran darahku





RADESI YUDEDE
IPS 2

SAHABAT

Senyum terhampar di bibirmu
Kebaikan penuh pengorbanan
Keikhlasan kau beerikan
Buatku damai di dekatmu
Pahit duka deeritaku
Dapat di hapus oleh senyummu
Terimakasih sahabat
Kututurkan untukmu



SETETES EMBUN
Aku memandang setentang mata
Embun membentang langit dan bumi
Kutanya matahari
Sinarilah semua embun pagi
Setetes embun di pagi hari
Pengobat haus dahaga ini
Kapan embun datang lagi
Menghapus bumi segersang ini


ALASAN MENULIS:
karena saya suka menghayal dan ingin mencoba membuat khayalan itu lebih berarti bagi saya. Serta ingin mencurahkan kata hatiku lewat tulisan.




NIA RAPIKADURI
IIPS 2


JANGAN
Jangan bicara moral kepadaku
Aku tak pernah tahu
Aku Cuma tahu tikus-tikus
Mengendap ke kantong ibu
Jangan tanyakan agama padaku
Karna aku tak beragama
Yang kutahu wanita-wanita bugil
Berbaris menghadap Ka’bah
Jangan tanya keamanan aparat
Sebenarnya aparatlah yang menindas rakyat!


KEDUDUKAN
Lunte barek penuhi kurasi
Pengacara mental pembunuh umbi
Pembela moral pembatak Ka’bah
Agama kebugilan masa
Aparat cabuli rakyat


PERJALANAN
Kanvas terbawa angin
Jatuh permukaan sungai
Tepian berbatu makna dari setetes bercak noda
Sungai panjang diterpa kemendungan
Makna satu kesinaran atas kemurkaan
Mengapa sungai belum berciuman dengan laut
Putih, coklat awal kehitaman
Tersungkur tapi berbatu, sepi
Akhir suatu sejarah


BUKIT PENANTIAN ILALANG LINTANG

Aku terbelit mengait nadi terpintal siring jemari kopi
Bukit berlarit dibualan sawah
Terpancung sabit partai jerami
Nyaci nyuluk tergelitik nyali
Kpi padi terpantau kalangan
Lilitan mendung tertusuk lalang

Ujinyo: tino lanang tajam tegalau galo


HILANGNYA DEMPO
Kebodohanku kebohongan tuhan
Khayalan hantu kematian panjang
Sebar noda hutan jiwa
Segar rasa hujani nista
Sintang kenyataan elang
Lengitkan angan tersipu dendam
Kotoran bagian kebohongan


SUNGAI LINTANG

Misteri tersimpan pingsan kenikmatan
Bening hening berikan kehidupan
Nikmat lumat untuk umat
Rahmat gelagat tak bersuat
Kekeruhan bersahabat


ALASAN MENULIS:
Bagi saya puisi adalah keindahan yang dapat dinikmati, lewat tulisan. Saya dapat mengkritik terhadap apa yang terjadi di sekeliling saya bahkan yang terjadi pada negara.



MUNAWIR SAZALI
XI IPA

MENGINTIP

Aku meringkik
Kawan melotot pongkot
Dia terkejut malu
aku dan kawan balapan.
20102005


PISAU DI PINGGANG

kadang berada di sebelah saku celana dalam
mengolok-olok di saku tulang pinggang
bersemangat keringat pendekar bubar
pendekar tiba di keramaian hutan dan kota
pendekar hutan menebas bulu-bulu bukit hijau
pendekar kota anjing gila kehausan
sekelompok pendekar yang kotor pendidikan
memangsa tikus kecil punya saku
pisau siap memancung keadaan terjepit


KIDING

Senjata yang di sandang para pejabat
Sawah dan bebukitan
Tercipta dari segumpal rotan serimet
Kokoh teguh memikul barang
Kau sahabat sejati
Kau membantuku nmenemukan uang


SUNGAI LINTANG

Suasana pagi datang menjelang
Sungai lintang datang menantang
Bersetubu denganku
Dia menerjangaku tantang
Kadang mara tak terkalahkan
Kau raja bunyi tak berhenti
Selalu berteriak dalam sepi
menantang setiap orang dengan suaramu
dan batu bisa kau taklukkan
dengan bujuk rayumu



HAMPARAN PADI

Berapa bulan telah beraksi
karingat bertaburan menjadi saksi
kalimatpun menjadi janji
kalimat bersukaria
ladang gemilang penyemangat hati
ladang kutunggu telah tiba
pokok makanan berjumpa lagi
hijau digosongkan matahari
berganti kuning menandakan
lewat senyum dipancarkan
petani siap memancung hamparan padi


ALASAN MENULIS:
Aku menulis puisi untuk kepuasan. Aku tidak menghiraukan maknanya yang penting aku senang. Aku lebih suka menuliskan sesuatu yang ada di sekitar kehidupanku terutama di daerah Lintang.


BAMBANG IRAWAN
XI IPS 2

BAHAGIA
Pagi-pagi kami mandi
Memakai baju putih abu
Alangkah senang kami ini
Karena ada ibi bapak gurru


LINTANG EMPAT LAWANG

Terlentang pisau panjang
Perangko batang-batang
Jadi orang jadi datang
Datang pertentangan
Diri marah
Duri tajam
Lintang Empat Lawang
Pantang mundur jadi orang
Belum bertemu belum senang
Garis melintang jalan panjang
Tujuan tak karuan
Celaka orang bisa karuan
Celaka diri tidak karuan


NASIB ORANG LINTANG
Dunia berputar
Cahaya-cahaya bergantian
Nasib orang lintang jadi panjang



ENGKAU
Burung di tangkai rantingyang mati
Daun-daun jatuh tanpa arti
Tapi kita menyadari bahwa itu titipan ilahi
Jembatan terbentang di atas air
Bambu-bambu terurai di atas tepian
Angin berhembus dengan kencang
Sehingga jembatan bambu berayun-ayun
Sungguh indahnya engkau memandang
Sehingga terjadi engkau di pinggir batang
Lalu engkau bersembahyang
Karena engkau ingin melayang
Tapi sayang engkau tidak ada tujuan


KESEDERHANAAN
Bunga tertanam di pinggir tebat
Batu tersusun dengan rapi
Walaupun begitu hebat tetapi tetap bersemangat tinggi

Malam ke malam terus berjalan
Bulan dan bintang bersinar suci
Hati diri tetap aman
Walaupun lama perjalanan ini


RUMPUT
rumput-rumput yang tumbuh subur
air mengalir di pinggir rumput
waktu telah menunjukan zuhur
Semua orang akan bersujut
Tangan yang panjang menjadi pendek
Mulut yang besar menjadi kecil
Karena hati sudah terdidik
Tidak lama lagi akan berhasil


KESABARAN
waktu ke waktu terus berganti
pohon-pohon banyak berkurang
jalan yang panjang sanggup kita jalani
karena kita selalu berjuang dan tenag
duliu orang menghina-hina
sehingga kita putus semangat
tapi diri tidak kemana-mana
berpegang teguh asalkan selamat


PENYESALAN
Dari seberang ke timur
Mata melihat dengan tajam
Apakah diri masihh umur
Kalau nelayan jatuh di dalam

Dunia selalu berputar
Angin selalu berhembus
Hati ini selalu gemetar
Karena diri tidak serius
Umur berkurang-kurang
Nyawa memanjang-manjang
Hasil tidak karuan
Kemudian menyesal akhir zaman


ALASAN MENULIS:
karena menulis bagi saya adalah salah satu untuk mengembangkan pemikiran




MARLIN NOPRIKO
XI IPA

LUBUK KASAI

lubuk bening tenang penuh berkat
kasai sahabat akrab abadi
gelombang ombak bawa budaya mencuci budi
hanyutkan sampah pekat
berbau budaya angkuh syetan terkejut
lubuk kasai
melawan curam batu napal
menantang batu keras terjal
hancur oleh ombak-ombak kecil
mengikis sukma
menyerap dalam raga hati
mewarnai baju baja diri


MENANTI SURGA

rindu ini kelabu
melangkah kaku
menyelusur langkah berliku
menahan panas di hari panjang
melawan trik dalam dahaga
panas bagai melawan api
melawan nafsu mendidik budi
kemenangan pasti akan diraih
lapar di ramadan ceria
hembusan napas menanti surga



MARLIN HANYA TERSENYUM
Kau berkata indah dengan politik
Melantunkan melodi serasi
Nyanyian kemakmuran
Menyeluruh tanpa ragu
Sehebat gemuruh guntur
Palsu untuk rakyatmu
Tapi Marlin hanya tewrsenyum
Tingkatkan ekonomi
Menaikkan harga
Rakyat banyak tertindas binasa
Makan batu minum tuba negara
Persadapun porak-poranda
Tapi Marlin hanya tersenyum
Pelajar ke sekolah naik yang berbensin
Kini mogok di tengah cengkraman harga
Marlin mengayuh kerata
Marlin masih tersenyum
Ceria
Marlin adalah rakyat
Korban dari kekuasaan harga
Korban dari tikus-tikus negara
Tapi Marlin hanya tersenyum
pasrah


PASKIBRA
Di tengah panas mentari
Membakar bagai api
Tetap kau pertahankan barisan persatuan yang benderang
Panas namun dingin perasaan
Mendidih
Tapi sejuk tak hilang
Paskibraku
Ibarat jalan membentang
Panas membakar tak dihiraukan
Demi berkibarnya sang Saka
Tapi sayang aku sedih
Rasanya akan hilang sesuatu yang indah
Tanpa keseriussan
Mengapa yang terpilih mencaci
Mengapa yang ada tapi lupa
Yang pandai jadi angkuh
Paskibraku
Kali ini aku merasa malu
Jika hilang semangat dahulu
Jangan biarkan pudar dan rapuh
Jangan runtuh oleh omong-omong bohong
14 Agustus 2005

ALASAN MENULIS:
Sastra merupakan suatu wujud yang sesuai bagi saya untuk melampiaskan isi hati dan sebagai sarana untuk berfikir lebih dari kenyataan dalam bentuk ungkapan.




YULISTRI
XI IPS 1

KERESAHAN

aku berteduh pada pepohonan
tepi jurang sunyi
tiada badai
tiada hujan
dapat henti dahaga ini
semua tak berarti
keresahan dalam hati
membuat aku sedih





Biodata Penulis

1. Agus Tamin: Lahir di Karang Tanding, 05 April 1989. kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat

2. Arif Rojuli: lahir di Dusun Babatan, 5 juli 1988. Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat.

3. Bambang Irawan: Lahir di Muara Timbuk, 23 Nopember 1987. Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat.

4. Darwan Esmedi: Lahir di Babatan, 2 Juni 1988, Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat. Kelas XI IPA.

5. Een Rikardo: Lahir di Lesung Batu, 1 April 1989, kecamatan Lintang Kanan, kabupaten Lahat. Kelas XI IPS 1

6. Marlin Nopriko: Lahir di Rantau Kasai, 15 Maret 1988, Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat. Kelas XI IPA

7. Munawir Sazali: Lahir di Karang Tanding 25 Oktober 1987. Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat. Kelas XI IPA.

8. Nia Rapika duri: Lahir di Sukarami, 07 Februari 1990, Kecamatan Muara Pinang Kabupaten Lahat. Kelas XI IPS 2

9. Prata LA: Lahir di Babatan 17 Agustus 1987. Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat. Kelas XI IPS 1

10. Puspita Sari: gadis yang lahir di Lanbur, 15 Februari 1990. Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat, kelas X C, SMAN Negeri 1 Lintang Kanan.

11. Radesi Yudede: Lahir di Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat, kelas X C, SMAN Negeri 1 Lintang Kanan.
12. Tina Dwita: Lahir di Muara Danau, 6 Oktober 1988. Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat, kelas XI IPA, SMAN Negeri 1 Lintang Kanan.

13. Yulistri: Lahir di Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Lahat, kelas X C, SMAN Negeri 1 Lintang Kanan.

14. Imron, S.Pd. Lahir di Penyandingan, 7 Agustus 1961, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Sebagai kepala Sekolah SMA Negeri I Lintang Kanan Kabupaten Lahat. Banyak pengalaman dalam berbagai bidang seni. Beberapa kali menjuarai dalam pembacaan puisi baik di tingkat kabupaten Lahat bahkan menjuarai di tingkat provinsi. Pernah juga mengikuti lomba pembacaan puisi di tingkat nasional. Ia pernah juga mendapatkan penghargaan dari Presiden RI sebagai Guru Teladan. Selamat dan sukses untuk penerbitan buku kumpulan Puisinya.

15. Jajang R Kawentar, Lahir di Tasikmalaya, 9 Oktober 1970. Lulusan dari Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, angkatan 1990. tulisannya berupa puisi, cerpen dan esai dimuat di berbagai media Lokal dan Nasional, beberapa karya puisi dan cerpennya dalam antologi.
perrnah mengikuti writing program Cerpen Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) tahun 2003.

Senin, 19 Oktober 2009

Gambar Ayah dari Karya Anak yang Berbeda



Selamat Datang di Komunitas Sastra Lembah Serelo Lahat Tempat yang nyaman untuk berdiskusi, berkarya dan pentas, apalagi sambil ngopi asli kopi Lahat. Mantap!!! Lanjut...

Menggabar Ayah
Jajang R Kawentar
Anak harus melihat dulu gurunya melakukan sesuatu maka mereka dengan mudah akan mengikuti apa yang dilakukan gurunya. Makanya ketika sang guru menggambar degan menggunakan pena serta pencil warna mereka mengikutinya dengan sekuat kemampuannya untuk menciptakan sesuatu seperti gurunya.*)

Jumat, 16 Oktober 2009

PANTUN BAHASA LAHAT

Pantun Bahasa Lahat

1. Baju abang kain abang
ditunde midang kelubuk empelas
duduk ribang beteguk ribang
jadi tulah mangke mandas

2. aku dindak mandi di siring
mandi di siring kotor gale
aku dindak bebini keriting
gumbak keriting kutuan gale

3.Jangan Kaban tesala sala
ame sala mane durinye
jangan kaban tegala-gala
ame gala mane buktinye

4. Mak mane aku nak mandi
jeramba pata pangkalan anyut
makmane kite na jadi
umak marah ebak cerengut

5. Jangan mudah nyambungke jale
kalu dek sanggup nyelaminye
jangan mudah nganjurke kate
kalu dek sanggup njalaninye

6. kecik-kecik perahu lidi
karam di mulak batu raje
kecik-kecik nak bebini
dide tebayang gawi mentue

7. Amun lah siang jalan kayek
titila jalan ke darat
amun nak lemak kite balek
buatla amat ibadat yang baek

8. puteh-puteh anak itik
masih putehla rotan tunggal
sedih-sedih adek nak balek
masih sedihla kakang ditinggal adek

9 Lah lame betanam kencur
masih lame menanam serai
lame-lame kite becampur
masih lah lame kite becerai

10. hume siape beatap genting
hume cek mamat di ulu lintang
ati siape dide kan pusing
nginaki bapang ulang bujang

11. kelap kelip lampu di pinggir
sinarnye sampai ke bakal
calak pintar amun dipinggir
sampai ketengah ilang akal

12 Kapal terbang bersayap due
pata sikok jatuh ke bawah
kalo kakang punya pacar due
putuskan adeng pilihla die

13. kelicuk pisang mate
makanan sehari-hari
berupok denga tula
lelahian malam ini

14. alang ke alapnye huma ini
tapi sayang di tengah utan
alang ke alapnye kakang ni
tapi sayangnye jerawatan

Jumat, 09 Oktober 2009

ASPIRASI PENGARANG

Selamat Datang di Komunitas Sastra Lembah Serelo Lahat Tempat yang nyaman untuk berdiskusi, berkarya dan pentas, apalagi sambil ngopi asli kopi Lahat. Mantap!!! Lanjut...

ASPIRASI PENGARANG

Jajang R Kawentar



Pengarang memiliki aspirasi dalam karangannya. Aspirasi dalam karangan bisa jadi merupakan cermin dari otoritas pengarangnya. Dalam karangan tidak hanya terjadi pengembangan dari berbagai pengendapan pengalaman tetapi muncul juga gagasan-gagasan cemerlang yang orang lain belum tentu memikirkannya. Pengarang menjadi dandang atau wadah dari pada aspirasi, dan karangan merupakan proses setengah jadi dari aspirasi yang sedang menjadikannya kepada realitas sesungguhnya, tentunya yang diinginkan oleh aspirasi sipengarang tersebut, atau aspirasi masyarakat pembaca, yang akan menjadikannya kepada realitas itu sendiri. Sebaliknya, realitas juga sebagai bentuk aspirasi pengarang dalam karangan. Pengarang mengarang sesuai dengan realitas yang ada; kehidupan nyata yang dijalani. Tetapi realitas itu juga bisa berbentuk, gagasan, ide, pemikiran, keinginan, dan ilusi. Dalam karangan, realitas gagasan, ide, pemikiran, keinginan, dan ilusi, itu menjadi nyata sebagai aspirasi pengarang. Aspirasi pengarang berbicara hal-hal yang ideal, dan absolut. Hal-hal tersebut berbicara kekinian dan kekunoan. Aspirasi dikembangkan dan di sempitkan, antara yang di dekontruksi, reformasi, renofasi, rehabilitasi, dan stylisasi. Memunculkan berbgai bentuk aspirasi.

Aspirasi boleh jadi ditentukan oleh kedewasaan emosional, mental, berfikir, dan pengetahuan (intelektual) si pengarang. Bukan berarti orang yang telah tua itu, mempunyai pemikiran, mental, emosional dan intelektual yang dewasa, dan aspirasinya menjadi panutan atau biang. Akan tetapi tergantung dari proses pengarang memperlakukan aspirasi. Apakah aspirasi sebagai tuhan, sebagai jalan, sebagai pasangan hidup, sebagai alas kaki, sebagai alat vital, atau sebagai buang berak.

Hal lain yang ikut menentukan aspirasi pengarang yaitu keyakinan, idiologi, serta lingkungan pengarang berada. Aspirasi berpengaruh secara sadar atau di bawah sadar kepada karangan, sehingga karangan akan melahirkan aspirasi selanjutnya, baik itu dari dan oleh pengarang atau dari dan oleh masyarakat pembaca. Mungkin saja adanya perlawanan kaum buruh itu karena kaum buruh membaca aspirasi karangan Wiji Thukul, atau karya saya, umpamanya. Begitupun dengan kaum perempuan yang berbondong-bondong mendatangi gedung MPR, karena persoalan membaca aspirasi pengarang yang mewajibkan kepada seluruh kaum adam untuk menikah dua kali, dan apabila tidak akan dihukum gantung.

Apakah aspirasi yang melekat dalam karangan si pengarang itu memiliki daya kejut, daya bangun, bagi aspirasi berikutnya? Atau hanya menjadi mainan tikus dan lelaki hidung belang. Persoalannya aspirasi berada di awang-awang serta di atas cita-cita pengarang, sehingga untuk meraihnya perlu sebuah usaha ekstra.

Ada aspirasi pengarang yang hanya pengulangan dari aspirasi sebelumnya, ada aspirasi yang segar, dan sesungguhnya merupakan perkembangan dari aspirasi pengarang sebelumnya. Untuk memiliki aspirasi yang mampu melahirkan aspirasi selanjutnya dan seterusnya, pengarang harus memiliki kemauan serta kemampuan terus melakukan pencarian dan pencarian yang tiada henti.

Tidak ada istilah berhenti untuk terus belajar lintas pengetahuan, lintas seni budaya, lintas keyakinan, lintas pengalaman; pengalaman lahir batin, dan spiritual. Dengan belajar lintas-lintasan tadi, pengarang akan menimalisir terjadinya kemandekkan dalam menemukan aspirasi karangan. Diharapkan dalam penemuan hasil belajar dapat membentuk aspirasi pengarang yang lebih segar, yang diimpikan oleh pengarang dan oleh aspirasi itu sendiri.



Warnawarni Aspirasi

Keindahan karangan keindahan aspirasi. Pengarang yang beruntung, pengarang yang mampu menjaga aspirasi sebagai permaianan yang tidak main-main, permainan yang menyenangkan. Kesungguhan atau keseriusan dalam bermain dan memainkan aspirasi itu menjadikan jalan menuju pengarang pemilik aspirasi yang punya warna dan bercitarasa: berkarakter.

Setiap pengarang tentunya punya nuansa citarasa aspirasi yang berbeda dengan pengarang lainnya, meskipun corak dan warnanya sama, atau bisa saja terjadi sebaliknya, citarasa aspirasinya yang sama namun nuansa warna berbeda. Dengan demikian pengarang harus mampu memilih serta menentukan warna dan citarasa yang sesuai dengan pribadi atau kehendaknya.

Tidak hanya aspirasi pengarang saja yang memiliki citarasa, akan tetapi masyarakat pembaca pun memiliki pilihan terhadap warnawarni dan citarasa aspirasi pengarang atau karangan. Hal ini yang akan menjadikan kesempatan, atau peluang pasar. Bagaimana peluang ini dikelola secara professional, sehinga mampu menggandakan aspirasi pengarang dalam bentuk karangan ke dalam bentuk buku, sebagai santapan masyarakat pembaca tersebut. Masyarakat pembaca akan cepat dan lebih mudah mengenali pengarang yang memiliki warna dan citarasa aspirasi yang lebih spesifik. Meskipun tidak ada larangan kalau umpamanya pengarang mengacak warna dan citarasa itu menjadi warnawarni dan citarasa gado-gado. Sepertinya memang lebih enak menjadi pengarang yang memiliki citarasa warnawarni dan citarasa gado-gado. Tetapi ya setiap pilihan itu mempunyai resiko. Namun yang penting bagaimana memupuk aspirasi pengarang menjadi karangan. Tanpa karangan, aspirasi itu terbatas, tanpa aspirasi karangan itu menjadi loyo.

Namun aspirasi itu juga ternyata bagi sebagian pengarang bisa dipesan, baik itu oleh masyarakat pembaca atau sang penguasa. Pengarang tinggal mengarang sesuai dengan aspirasi apa yang dipesankannya. Apakah gado-gado, nasi rames, mie kuah, bubur ayam, pempek kapal selam, oseng-oseng kangkung, sambal, atau nasi goreng. Ada pengarang yang punya keterampilan sebagai katering seperti itu.

Ya sesungguhnya citarasa dan warna itu adalah dirikita sendiri yang memberikannya. Tentunya warna yang kita suka, citarasa yang kita suka, itulah diri kita. Seribu kepala bisa jadi seribu warna dan seribu citarasa.


Tujuan Aspirasi Pengarang

Aspirasi, tujuan pengarang

Tujuan pengarang, aspirasi

Macam-macam tujuan aspirasi pengarang, ada pengarang yang memiliki tujuan aspirasinya hanya sekedar untuk mencari makan. Mengarang merupakan profesi, sebagai lahan untuk bekerja. Bagi pengarang seperti ini, aspirasi, bukan berarti tidak dipikirkan, akan tetapi bagaimana aspirasi dalam karangannya dan karangan dalam aspirasinya dapat sesuai dengan harapan redaktur, baik itu koran, majalah, tabloid atau jurnal dan semacamnya. Aspirasi pengarang ini biasanya menyesuaikan dengan target berita-berita terbaru yang sedang berkembang dan hangat dibicarakan orang. Jadi mengarang sebagai keterampilan pengarang bagaimana meramu sebuah tragedi menjadi sebuah karangan yang enak untuk disimak, atau diapresiasi oleh masyarakat pembaca. Ia tidak ambil pusing dengan dunia luar, atau dunia teori dari pekerjaan yang dilakukannya.

Aspirasi penyadaran. Ada aspirasi pengarang sebagai penyadaran bagi masyarakat pembaca. Bagi aspirasi pengarang penyadaran, aspirasinya dibangun untuk mengelola dan mengarahkan opini masyarakat kepada satu tujuan pengarang atau tujuan keyakinannya atau idiologinya. Umpamanya karangannya merupakan upaya pendidikan politik. Masyarakat pembaca diajak untuk bertamasya mengetahui bagaimana posisinya dalam kedudukan berbangsa, bernegara dan beragama. Bagaimana posisi kaum perempuan di mata kaum laki-laki, masyarakat dan negara. Bagaimana sebuah keyakinan dan mitos menjadi hidup dan mati. Aspirasi pengarang sangat berperan, menumbangkan, menumbuhkan, memupuk dan menghancurkan.

Dalam aspirasi penyadaran, antara moral dengan tidak bermoral, antara penindas dan tertindas, menjadi bunga-bunga dalam kiasan karangan sehingga sebuah tragedy dramatik menjadi indah bila didengar, dibaca, dan pengarang berusaha meraih simpatik dan empati masyarakat pembaca, lalu proses penyadaran pun terlaksana. Bisa secara sadar atau di bawah sadar.

Aspirasi hiburan. Ada aspirasi pengarang sebagai hiburan bagi masyarakat pembaca. Bagi aspirasi pengarang hiburan, karangannya dititik beratkan guna menghibur masyarakat pembaca. Bagaimana masyarakat pembaca bisa menertawakan dirinya, sebagai akibat dari karangan. Tidak banyak pengarang yang memposisikan aspirasinya sebagai hiburan. Meskipun pada dasarnya setiap aspirasi pengarang bisa jadi sebuah hiburan. Akan tetapi, ada pengarang yang memfokuskan dirinya sebagai penghibur.

Aspirasi terapi. Ada aspirasi pengarang sebagai terapi bagi masyarakat pembaca dan sekaligus terapi bagi dirinya. Pengarang seperti ini cenderung karangannya sebagai media upaya penyembuhan, dengan mengungkapkan segala sesuatu yang menyelimuti perasaan, dan pikiran yang mengganggunya. Padahal bagi sebagian pengarang lain justru mencari-cari berbagai bentuk permasyalahan sebagai pemicu munculnya aspirasi.

Aspirasi kritik social. Ada aspirasi pengarang sebagai kritik social. Biasanya karangan ini memeiliki tujuan untuk memperbaiki keadaan social masyarakat versi sastra. Meskipun rasanya tidak mungkin sehelai teks dapat menyelesaikan masalah social masyarakat. Akan tetapi minimal dapat mempengaruhi melalui logika pemikiran dan pendapat. Brangkali sama halnya dengan kitab-kitab suci, yang memiliki harapan kepada sesuatu yang lebih baik dan absolut. Sehingga perubahan social itu berevolusi atau bisa jadi revolusi.

Tujuan aspirasi pengarang bisa terus menyesuaikan dengan keinginan jaman atau berjalan berdasarkan logika-logika masadepan dan kebutuhan pengarang atau manusia itu sendiri. Misalnya kebutuhan jasmani dan rohani serta kebutuhan ilmu pengetahuan. Bagaimana dengan kebutuhan sex, sandang pangan papan, kebutuhan berekspresi, keyakinan, kebutuhan media, penelitian.

Sabtu, 19 September 2009

SILAT LIDAH

Selamat Datang di Komunitas Sastra Lembah Serelo Lahat Tempat yang nyaman untuk berdiskusi, berkarya dan pentas, apalagi sambil ngopi asli kopi Lahat. Mantap!!! Lanjut...


SILAT LIDAH
Jajang R Kawwentar

Lay out dan disain :
Jajang R Kawentar

Cetakan pertama, Oktober 2003


Diterbitkan oleh
Sanggar Air Seni Palembang
Jl. Semangka No. 4A Rt. 33/11 30 Ilir Palembang
Tlp. (0711) 359034
E-mail: kawentar@yahoo.com

Silat Lidah merupakan buku Kumpulan puisi




UNTUKMU

Panutan dalam tetek bengek
Aku belum mampu memenggal hidup
Yang kelewat jahil
Dan perjuangan berubah tak bermakna
Usahlah katakan aku beramal
Umpamakan saja pembunuh kau kandung
Yogyakarta 10 April 1995



Memecah Ombak

Kepala dibentur dinding ombak
Pecah, lantai gelisah
Dirimu membaca raut wajah memerah
Bunga merekah di atas rindu
Kecupan pertama kali karam bersama
Dasi kupu-kupu biru
Kau berdiri depan pintu
Menghirup seluruh
Relakan badan terbelah
Kala kulewati jalan pijakanmu
Salam dari anak perahu
Memecah ombak mimpimu
Sei Selincah, Okt �02




KATAMU

Jangan biarkan tikus dipenjara cinta
Wahai perempuan di mata dunia
Adalah alat vital
Kau hirup bau nafsu
Menjadi bayi
Menjadi penghuni perumpamaan
Perasaan dan nalar
Apakah benar itu perumpamaan
Nabi atau anak ingusan
Dari sini tidak tersirat harap
Dari sini pemandangan terkabarkan
Berupa bulu-bulu
Gatal tak gatal digaruk di kepala
Itulah penjara itulah cinta:
Katamu lembut
Kenten, sept 02




Kepada Ali

:kawanku di Aceh
Berteriak darah
Berbentuk kerikil digenggaman
Peluru kendali di denyut nadi
Kaukah itu
Bakung,1051102002




Prasasti Usang

Aku belajar pada gunung Dempo dan Jempol
Pada Prasati Usang
Terbuang
Aku bak sampah riwayatmu
Ludas
Akulah pemerintah biadab itu
Wahai para cecunguk
Itulah kukatakan tadi
Bakung, 105. 2002




Biar Liarkan Saja

Kau terbakar kata neraka
Butiran permata membara dada sendiri
Kau juga anjing
Penjaga kebusukan
Biar liarkan saja
Bakung, 105. 2002




Puasa

Puasa
Berperi haluan indahnya nurani ditusuk belati
Menjerit nikmatnya ujung hati
Suasana ketulusan menyemai surga
Puasa
Doa berharap terlahir
Kuasa Tuhan terlaksana:
Puasa
Kenten, 8102002




Tuhan I

Prit-parit
Comberan
Belatung
Cacing
Borok
KeagunganMu
Kenten, 182002




Titah

Pura-pura rupanya
Lupa alif pula
Tantangtintingtenteng
Ngaji ilmu bila pilu
Ambil Wudlu lima waktu
Titah patuh tak jemujemu
Kambang Ikan, 2002




Hujan

Hujan tuhan air mata
Hujan kalimat tuhan
Hujan menghujam hutan tuhan
Hutan hantu hujan air mata
Hantu tuhan hujan kalimat
Maksiat
Kambang Ikan, 2002




Obat Nyamuk

Malam berlumur darah
Tiga nyawa lepas di tangan sekaligus
Kawanan pencuri terbang membawa kejahatan
Tak ada lagi cerita
Preman nyamuk bertahta
Dihalau senjata kimia
Perang terjadi di media
Obat nyamuk racun serangga
Bakung, 2003



Silat Lidah

Silat lidah puncak penatmu
Jujur ditunggu-tunggu
Pikiran terpenggal
Perkata menyayat-nyayat telinga
Peduli apa, senjata di balik kata dan celana
Kaparkan di parit atau muka rumah
Lalu labeli: dijual!, tukar tambah
Atau di sewakan pada selembar kertas putih
Usung diri sendiri ke liang lahat
Ini jaman 2000an, apapun berkenan
Semua setujuan
Menyayat-nyayat telinga biasa
Mencincang hati lalapan hari-hari
Silat lidah olahraga sehat kapan saja
Cuci mata cuci otak berbelanja
Supermarket rumah mimpi
Upacara pagi depan televisi
Pekerjaan takan terhenti
Tiada mengenal lelah
Yang penting happy
Silat lidah seni beladiri masa kini
Bakung,105. 28122002



Aku menunggu Hujan

Aku menunggu hujan
Tanamanku hangus di ladang
Kuagungkan sisi jari mungil tuhan
Bercinta
Berlari terus bercerita
Mencari persatu hembusan
Suasana erotis
Pengertian bull shit milik para pengecut
Katakan semua
Pakai topeng
Generasi badut
Pengaruh melawan alam
Hina jelata di mata
Pemandangan dunia menyebar
Kutunggu hujan
Kambang Ikan, 2002



Syair bawah Traffic light

Syair lirih suara bawah traffic light
Mencincang memeras mencuri
Hati rasa otak
Menerjang-terjang idiologi babi buntung
Idologi perut bawah perut
Idilologi ibu pertiwi
Oh ibu suri pertiwi
Kini sembako di ujung langit
Dapatkah idiologi subsidi
Atau UUD baru
Atau tahi kucing
Atau babi ngepet
Atau penjara
Atau pemilihan langsung umum bebas rahasia
Atau tidak langsung sikat rahasia umum
Bebas dan langsung
Syair lirih bawah benderaku
Syair bawah traffic light
Sei Selincah, 2002



Batu

Kurang ajar
Katamu meledak
Koran hari ini
Siapapun tahu batu
Singgah padamu
Bakung, 105. 2002



Perbedaan

Kau bersenjata mesin, aku nyali
Kau berseragam, aku telanjang
Yogyakarta, maret �98




Pupuk

Bukankah pupuk menaburkan
Airmata ke tubuh bumi
Dan petani menuai amarahnya
Menanggung tunggakkan
Tak usai lunas
Membasmi segala
Membuka pupuk wacana
Sadar kesabaran utamanya
Bakung, 105. 2002




Kehormatan

Tetangga mengadu
Celana dalam anakgadis diculik
Kehormatan digagahi
Pemuda dibawah umur merenggut
Tali beha putus diperdaya pula
Diremas-remas hati luka
Darah muda mengalir di tubuh
Perawan tua kampung tersebut namanya
Minta kawin segera
Di jalan dihadang orang tua
Pemuda berkedudukan harapannya
Pemuda impian dijerat tipudaya
Perawan tua kampung tersebut namanya
Tercapai cita-cita

Mengeluh pemuda bawah umur jadinya
Perawan tua kampung menghiasi cerita berusa-busa
Celana dalam koyak di sengaja
Banyak pemuda mencicipi
Kehormatan telah hilang sebelumnya
Piala bergilir dulunya
Mengeluh pemuda bawah umur
Tiba getahnya
Berteriak terperosok lubang dalam kehormatannya
Bakung, 2003




Pegadaian

Celana dalamku koyak
Pakai puisi orang-orang tertawa
kutambal
pakai duit baru bisa
aku tidak percaya
puisi gagal bisa nambal
celana satu-satunya koyak di pegadaian
Kambang Ikan, 20002




FUCK YOU

Membaca suratmu dijepit pintu
Cinderela menemukan sepatu kaca
Pecah dua kalimat di mulutnya
�FUCK YOU!�
�Astaga gua dikibulin Anjing�
harta berharga kecolongan
malam tadi bujuk rayu mesra
hilang ingatan
berlayar ke ujung pulau
12 ronde di ring
KO
Sumpah pocong di peternakan
Sumpah serapah sialan
Membaca suratmu mengukir tinju
Sewindu lalu
Bakung 105, 2003




TEH TUBRUK KOPI TUBRUK

Kemarin teh tubruk kopi tubruk gunung Dempo
Hari ini petani keracunan urea
Tersedak kimia, tanah tandus, banjir dan longsor
Petani di amputasi
Pemetik teh kopi menjual tenaga ke kota
Dipetik para begajul
Menyisakan lapar tak berkesudahan
Menyisakan pedagang anggur
Menyisakan bajing loncat
Menyisakan bandit-bandit
Menyisakan tanda-tanda:
Buat apa P dan K KTP MPR
Besok teh tubruk kopi tubruk negri adikuasa
Meraja
Lahan petani terlunta-lunta
Anak istri menganga
Wibawa kepala RT tiada
Menyuapi konglomerat yang ada
Pekerjaan senantiasa mendapat pahala
Celakalah umat segera
Pejabat negara tidak becus menjaga
Kambang Ikan, 2003




Pemandangan Kedamaian

Harusnya ruang rohani membebaskan kuasa pada hak milik
tanpa toleransi tanpa deskripsi
Satu-satu menjadi kata benda,
penjelajahan terjebak lembaran harga di pasar
Bukan kuasa petunjuk dengan alasan benang kusut
Harusnya kuasa Tuhan bersama pandangan-pandangan
Pemandangan damai.
Palembang, 2002




Andai Kau Di Sini

Waktu lari mengejar janji
Ingatan erat merekat
Mencumbu kian dekat
Yogyakarta dan Tasikmalaya





Hanyut bersama hujan

Mengalir setiap sore hingga larut malam
Membanjiri jiwa mendamba
Kau pendamping
Terlukis mengharap tiba memeluk hidup
Buah telah matang di pohon
Minta dipetik
Jambu, salak dan rambutan
Untukmu
Tugas lebih berarti
Andai kau di sini
Tasikmalaya, 1995




Sudut Kerinduan

Kutinggalkan kau dengan rumah
Cahaya hati dan sudut kerinduan
Dalam keterbatasan pandang dan raga
Ingin kurengkuh
Andai tanganku dapat menyambung hidupmu
Disini
Tasikmalaya, 1995




PENJARA

Jeruji air jatuh
Aku terkurung di situ
Setengah hari mencumbumu
Di rumah ditunggu rindu
Wajah disambut cemberut
Setengah mati cemburu
Aku ingin membantu memecah batu di dadaku
Kau dibuai bisikan angin
Bermimpi taksadar diri
Penjarakan aku
mati kutu
Kambang Ikan, 222003




Pelacur

Ibu Pertiwi melacurkan diri
Pura-pura TKI
Menjajakan vagina ke negri tetangga
Pakai paspor resmi penghuni negri
Kedaulatan bulat dihianati
Belati tertancap di hati rakyat
Cucuran keringat budak sepanjang jaman
Selama hayat dikandung badan
Menanti perubahan peradaban alam
Sampai ibu pertiwi sadar diri
Bocah ingusan memimpin negri
Bakung, 2222003




NEGRI UBUR-UBUR

Malam ini kumakan kenyang
Tubuhmu semlohay
Terdampar di ranjang
Negri ubur-ubur
Aku tergiur puting korupsi
Berdasi tanpa CD dan BH
Di lokalisasi terhormat
Mengaji konstitusi, hatinurani
Rakyat tetap birahi terpendam
Gagah berani siap diperkosa
Sepintar-pintarnya aset negri ubur-ubur
Pemuas hawa nafsu sepanjang jaman
Bakung, 2003





TUNGKU

Tungku menyala di ufuk
Menanak sawah pertanda
Menanak pabrik pertanda
Suluh berduyun-duyun dari dusun
Mempertaruhkan api jiwa
Maslahat
Menanam anak masa depan
Mengolah keagungan
Oh pengangguran alam luncurkan buku bacaan pekerjaan
Dimanakah hak yang dimakan
Dimanakah kewajiban kemanusiaan
Cinta dialamatkan
Perang dipertautkan
Berlabuh di muara perempuan
Bersandar pada mercusuar kejantanan
Penduduk ketakutan
Sebagian tertawa kegirangan
Tungku padam di barat daya kemiskinan
Bakung, 2003




PERJALANAN

Malam ini mayat dikuburkan
Orang-orang mendengkur
Hidup ditangguhkan
Menjemput fajar kehidupan
Relung perjalanan
Mata perlajaran kesenian
Bakung, 2003




PERTUNJUKAN HARI INI

Kekerasan lapangan pekerjaan luas
Saat ini menangis menderu
Bertemu pada orde
Berharap pada partai
Menjual janji
Memupuk mimpi
Pencabulan pekerjaan lapangan luas
Pertunjukan cantik hari ini
Bakung, 2003





MEMBACA

Membaca Karl Marx
Menghisap rokok sampai pabriknya terbakar




ARUMBA

Musik bercerita bunyi
Tentang melodi hidup:
Nyiur
Gemericik
Semilir
Negeri agraris
Negeri Alunan Rumpun Bambu
Sei Selincah, 2003




Nafkah

Nafkahku hari ini bertemu malam
Bertemu kawan
Meruntuhkan harapan dan mimpi anak istri
Rumah kontrakan menerima sumbangan
Bersembunyi di perut
Terasa lapar dan dahaga
Terasa benar dan salah berkata
Nafkahku kalah bertanding
Dengkul melawan kesebelasan monopoli pasar
Arena Imperialis kapitalis
Pembantaian restu hukum
Nafkahku menemui ajal
Saat pedang ekonomi menebas
Kedua tangan dan leher putus di jalan menuju sarapan
menghantarkan makanan dan minuman ke mulut membusuk
Palembang, 2003



AKU DI ATASMU

Kalau begitu aku mampu di atasmu
Sayang aku cemas pekerjaan tetap
Sungguh mampu mengejarmu
Tapi makan anak istri
Kalau begitu tunggu esok
Aku di depanmu
Merampas seluruh padamu




SATU NUSA SATU BANGSA

Tuhan biarkan aku membencimu
Ah aku sedih
Apa kata air matatuhan jauh
Membunuhku
Mengganggu jalan hidup
Ah aku mau saja dibodohi
Tuhan di mana
Aku di lumpur
Biarkan aku menghabisimu
Hatiku satu jadi ragu
Satu nusa satu bangsa
Tuhan maha esa Indonesia



Sembrangan I

Sembarangan bicara tuhan tidak ada
Bagaimana kalau benarbenar ada
Tidak percaya alamat neraka
Percaya masuk surga
Apa kabar tuhan
Apakah perlu maha psikiater
Manusia menganggap diri tuhan semua
Membaca kitab kiamat segera
Palembang, 2003




Tersesat

Aku hanya ingin mengatakan kesetanan dirimu
Membiarkan aku membusuk
Di monumen penderitaan rakyat
Tanpa meninggalkan tanda tangan
Hingga aku begini tersesat

Palembang, 2003




Tahun baru

Mataair menggenangi setengah tiang
Orang-orang berdiri di luar rumah
Anak-anak digendong ibunya
Airmata mengalir hingga malam menjelang
Bapak mengumpulkan pakaian dan makanan
Berlari ke tempat tinggi
Ini bukan mimpi di sudut misteri
Ini tahun baru melanda ibu pertiwi
menyiksa cinta di dada
Mencaci hidup kian buruk
Nuansa pelangi dan bunga menari-nari
Di televisi tadi pagi
Melingkar-lingkar di kepala
Menunggu realita
Malam kelam nan malang
Bumi enggan menyerap airmata
Setengah tiang tergenang
Penduduk belingsatan tahunbaru hampir tiba
Hendak tidur di mana

Bakung, Des 2003





PERTEMUAN

Dalam sumur matamu berseliweran raut wajah simpanan
Suka duka saling tikam di tikungan menuju kenangan
Kau ucapkan salam perjumpaan
Tautkan jangkar ke lubuk samudra impian
Bukan cerita pangeran dan putri kerajaan
Hanya air mengalir deras ke pusaran
Melukis tenaga hati menggetarkan tali genggaman
Kau menunggu mengulang kembali raut wajah menyapa beningnya mata dan mekarnya mawar di taman.

Peternakan, Des 2003





SEBUT SATU

Kujajaki ribuan pesona kata dalam petualangan makna
Ribuan pulau singgah tak berarti apa-apa
Katanya kata tunduk pada makna katamu
Dirimu diriku sebut Satu
Ujung langit biru bercermin laut
Telapak kaki tanah kenduri
Bersorak orang mati bersemedi mohon diri
Arahmu bisa tak tentu
Walau seribu satu mulikmu

Jakarta, agustus 2003





PADA API LILIN DI SAMPING KEPALA NEGARA

Pada api lilin di samping kepala negara
membakar kulit mengkilat jidatnya
mata terbelalak tertuju juru bicara ceplas-ceplos
masuk gawang mulut tukang pijat kepala botak
ia muntah kata-katahabis lalapannya
bisajadi jadibisa
membiru raut wajah kena bisa semua terbujur lianglahatmenganga meminta jatah penjaga
semua berduka cita
tumbal belum terbayar
terpenggal kepala negara
inilah peradaban hutan belantara
siapa sangka kuasa mengatakannya

Jakarta, agustus 2003




AKU SEMAKIN JAUH

Ingin kukatakan padamu irisan hati
hingga kau mengirisnya sendiri
Sampai kapan aku memeluk diriku sendiri
Aku semakin jauh
Hanya kamu disitu

Palembang, 2003

Senin, 14 September 2009

Petani yang Mulia

Selamat Datang di Komunitas Sastra Lembah Serelo Lahat Tempat yang nyaman untuk berdiskusi, berkarya dan pentas, apalagi sambil ngopi asli kopi Lahat. Mantap!!! Lanjut...

Petani yang Mulia
Jajang R Kawentar

Kaum tani yang mulia, hidup mati dalam era global ini bergantung padamu. namun sejuta mata memandang sebelah kerna peluh bercucuran dan terik mentari memasak kulit punggungmu. engkau mulia bersama pesyiar firman. di mata dunia hina, di mata kelak bertahta

pagarsari,2009

Kamis, 03 September 2009

MARTIL


Selamat Datang di Komunitas Sastra Lembah Serelo Lahat Tempat yang nyaman untuk berdiskusi, berkarya dan pentas, apalagi sambil ngopi asli kopi Lahat. Mantap!!! Lanjut...

Jajang R Kawentar

Martil merupakan buku kumpulan puisi saya yang dicetak tahun 2002.
berisikan 15 puisi pendek. kumpulan puisi Martil ini sebagai pembelajaran bagi siswaku di teater Sansekerta SMA PUSRI (Pupuk Sriwijaya) Palembang kebetulan pada saat itu saya sebagai guru seni budaya dan sebagai pembina kesenian di SMA tersebut. buku ini berukuran kecil, sebagai media untuk memacu anggota teater dalam membuat buku. bahwasannya membuat buku itu tidaklah sulit, dengan mengumpulkan hasil karya-karyanya selama mereka belajar teater dan membuat puisi atau cerpen.
Buku Martil ini di cetak sekitar 500 eksemplar, dijual dengan harga pengganti cetak Rp. 1.500. tidak sedikit siswa yng terinspirasi oleh Martil ini, sehingga tidak sedikit pula bermunculan karya sastra dan dibuat buku sendiri. buku Martil ini sendiri dikerjakan oleh kawan saya penyair dan juga pekerja teater di Palembang yang cukup dikenal pada masanya, Syamsul Noor Al- Sajidi. beliau juga yang memberikan kata pengantarnya, tetapi sayang cover dan lembaran kata pengantar tersebut telah tercerabut dari akarnya. Buku ini baru ditemukan kembali dengan tidak sengaja saat membuka-buka buku majalah Terompet Rakyat yang diterbitkan Lembaga Budaya Kerakyatan (LBK) Taring Padi Yogyakarta.
saya ingin mempersembahkan beberapa puisi ini kepada khalayak. Puisi yang dibuat dengan waktu yang singkat-singkat, karena diberikan jatah waktu 5 menit dalam penciptaannya. Ini merupakan pembelajaran yang diberikan kepada anggota teater. begitupun saya mengikuti aturan itu.


1. JANJI

Persoalan hari ini adalah janji
janji begitulah selalu
kemarin, juga hari ini
hanya janji
Bakung, 105/2082002

2. MENUJU

Ucapkan gugur menuju
Ucapkan batu menuju
Ucapkan angin menuju
Ucapkan belaian menuju
Langkah tuhan di jalanmu

Bakung, 105 Sept 02


3. NEGRI-KU-BURAN

Rakyat jadi mayat
aparat jadi alat
hidup jadi robot
manusia jadi binatang
hewan diajari manusiawi
alam diperkosa
jujur dibenci
hianat dipuji
tuhan dihukum mati
haram dimakan
halal ditertawakan
negara jadi perusahaan
hukum jadi perdagangan
hak ajazi di telapak kaki
mau apalagi
merdeka atau mati
sesal tiada arti
Kambang Iwak, 672002


4. DUKA

Hari ini bersembunyi
dibalik tubuh
teroris
muka kita diiris di atas
panggang
anak-anak menangis
aku adalah bangkai:
terasa harum parfum hutang dari orang tua gila
Kenten, 10 okt 02



5. ONANI

Sehari bumu berseri
semalam kelam terbenam
bersama tubuh mulus terputus
terbayang,
senggama mimpi
di kamar mandi
biji mutiara muncrat dari pasak bumi
alat vital mulai terkulai
Kambang Iwak, 272002


6. PENAMU

Puisi ini pena
tergeletak di meja
tintanya banjir
bersemi di hati
beranjak kepala bekerja
bercerita kepadamu
cinta dan tubuh berbadan dua
dari dulu hingga anak cucu
Kenten, 30102002


7. CLOSET

buang air besar
buang air kecil
halal haram bau
air kuning
air mani
merah darah
kuning tai
bening air
kau siramkan
Kambang Iwak, 452002


8. SEMUA INI MILIK SIAPA

dahan dan ranting bergoyang
burung meninggalkan
terbang arungi samudra
kecil ia sendiri
menatap bumi
hamparan harapan terbentang
semua ini milik siapa
semua ini milik siapa
kecil ia sendiri
kecil kita semua
menatap bumi
hamparan harapan terbentang
semua ini milik siapa
Kambang Iwak, 852002


9. MIMPI BURUK

buaian kalimat malam bibir bergibcubicik onah di kambang iwak,
di redup remang,
mengusap birahi
merangsang pusaka mang ujang
nafasnya naik turun
tersenyum
menutup telinga, mata, hati,
seketika
bicik onah: melawan anaknya kelaparan
melawan suaminya pengangguran
mang ujang: melawan istrinya kalap menanti penghasilannya
melawan kekurangan pendapatannya
bicik onah, mang ujang
tenggelam dalam senyum sesaat dalam mimpi buruk


10. NGOMONGNGOMONG KEMERDEKAAN

ngomongngomong
ini hari kemerdekaan
belenggu-membelenggu
berlangsung seperti pada paha
putri indonesia
seperti jalan tol
berkendaraan UUD kolonial atau sekedar slogan
umpamanya jajang wts-lts
di lokalisasi sidang majelis rakyat
oh kemerdekaan berpestapora
atas nama pancasila
oh kemerdekaan menari-nari
di atas sumpah atas nama tuhan
kemerdekaan menjadi kuda liar:
umpamanya wakil rakyat atau pejabat itu
dari gembel-gembel dan para pengemis di perempatan jalan
ya kemerdekaan apapun yang dilakukan
ya kemerdekaan
ini hari kemerdekaan pudar bersama merah darah bendera kita
menjadi merah jambu:
umpamanya terlalu sering digauli yang patah hati
atau oleh para abg yang baru jatuh cinta:
umpamanya penganggur atau preman adalah para wakil rakyat
dan pejabat itu
Kenten Laut, 1782002


11. MAU JADI APA ANAK BANGSA

Anak-anak bertelanjang dada
berlari-lari mengejar bola
disirami air hujan
enggan kunjung
mereka tertawa bercanda
anak-anak mau jadi apa

engkau harapan bangsa
belajar jangan ditunda
penjajahan kian meraja
bangsa ini digadai pula

Kenten Laut, 2052002


12. Irama

Meja berputar dalam irama kelas
kepala berjalan melalui mimpi
tindakan hari ini film
kartun

surealisme katamu
otakmu menggapai langit dengan lidah

tak perlu berbagi 2=2 = 4
tak perlu berbagi hati
sungguh kita 2 dan 1 hati
biar begitu irama itu.
Bakung, 105 okt 02

13. Bisu

Buka tabir, tabur jingga dan ungu
Cinta pat-pat gulipat
tepuk dada
di kacamata membayang air berlinang
tak kusangka kaulah topeng
berbulu macan
menggambar pilu di ujung sembilu
oh..
MAtaari pujaan hati
kini bisu tetap kawan setiamu

Kenten, 23 okt 02

14. Nyamuk

Semalam rebut nyamuk
rebutan lahan
aku dimakannya
semalam suntuk
aku mabuk
pagi-pagi ngantuk
obat nyamuk
bikin nyamuk
bikin gemuk
dimakannya

Bakung, 105/2782002

15. Api di Jidat

Aku berenang dalam pasir
dirimu menunggu dengan lugu
komputer dibajak kerbaumu
kupanggil lewat internet
dirimu mendekat
api di jidat
kau buka pakaian
telanjang bulat
ah kau masih melankolis
sinetron kita
sampai detik ini

Kambang ikan, 30 sept 02